Jumat, 08 Agustus 2008

[cs] tante ken

Kisah ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Tepatnya awal bulan mei 2003. Panggil saja namaku Roni. Usiaku saat ini 27 tahun. Dikampungku ada seorang janda berusia 46 tahun, namanya panggil aja Tente Ken. Meski usianya sudah kepala empat dan sudah punya 3 orang anak yang sudah besar-besar, namun tubuhnya masih tetap tampak bagus dan terawat. Tante Ken mempunyai wajah yang cantik dengan rambut sebahu. Kulitnya putih bersih. Selain itu yang membuatku selama ini terpesona adalah payudara tante Ken yang luar biasa montok. Perkiraanku payudaranya berukuran 36C. Ditambah lagi pinggul aduhai yang dimiliki oleh janda cantik itu. Bodi tante Ken yang indah itulah yang membuatku tak dapat menahan birahiku dan selalu berangan-angan bisa menikmati tubuhnya yang padat berisi. Setiap melakukan onani, wajah dan tubuh tetanggaku itu selalu menjadi inspirasiku.

Pagi itu jam sudah menunjukan angka tujuh. Aku sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Motor aku jalankan pelan keluar dari gerbang rumah. Dikejauhan aku melihat sosok seorang wanita yang berjalan sendirian. Mataku secara reflek terus mengikuti wanita itu. Maklum aja, aku terpesona melihat tubuh wanita itu yang menurutku aduhai, meskipun dari belakang. Pinggul dan pantatnya sungguh membuat jantungku berdesir. Saat itu aku hanya menduga-duga kalau wanita itu adalah tante Ken. Bersamaan dengan itu, celanaku mulai agak sesak karena kontolku mulai tidak bisa diajak kompromi alias ngaceng berat.
Perlahan-lahan motor aku arahkan agak mendekat agar yakin bahwa wanita itu adalah tante Ken.

“Eh tante Ken. Mau kemana tante?”, sapaku.

Tante Ken agak kaget mendengar suaraku. Tapi beliau kemudian tersenyum manis dan membalas sapaanku.

“Ehm.. Kamu Ron. Tante mau ke kantor. Kamu mau ke kampus?”, tante Ken balik bertanya.
“Iya nih tante. Masuk jam delapan. Kalau gitu gimana kalau tante saya anter dulu ke kantor? Kebetulan saya bawa helm satu lagi”, kataku sambil menawarkan jasa dan berharap tante Ken tidak menolak ajakanku.
“Nggak usah deh, nanti kamu terlambat sampai kampus lho.”

Suara tante Ken yang empuk dan lembut sesaat membuat penisku semakin menegang.

“Nggak apa-apa kok tante. Lagian kampus saya kan sebenarnya dekat”, kataku sambil mataku selalu mencuri pandang ke seluruh tubuhnya yang pagi itu mengenakkan bletzer dan celana panjang. Meski tertutup oleh pakaian yang rapi, tapi aku tetap bisa melihat kemontokan payudaranya yang lekukannya tampak jelas.
“Benar nih Roni mau nganterin tante ke kantor? Kalau gitu bolehlah tante bonceng kamu”, kata tante Ken sambil melangkahkan kakinya diboncengan.

Aku sempat agak terkejut karena cara membonceng tante yang seperti itu. Tapi bagaimanapun aku tetap diuntungkan karena punggungku bisa sesekali merasakan
empuknya payudara tante yang memang sangat aku kagumi. Apalagi ketika melewati gundukan yang ada di jalan, rasanya buah dada tante semakin tambah menempel di punggungku. Pagi itu tante Ken aku anter sampai ke kantornya. Dan aku segera menuju ke kampus dengan perasaan senang.

Waktu itu hari sabtu. Kebetulan kuliahku libur. Tiba-tiba telepon di sebelah tempat tidurku berdering. Segera saja aku angkat. Dari seberang terdengar suara lembut seorang wanita.

“Bisa bicara dengan Roni?”
“Iya saya sendiri?”, jawabku masih dengan tanda tanya karena merasa asing dengan suara ditelepon.
“Selamat pagi Roni. Ini tante Ken!”, aku benar-benar kaget bercampur aduk.
“Se.. Selamat.. Pa.. Gi tante. Wah tumben nelpon saya. Ada yang bisa saya bantu tante?”, kataku agak gugup.
“Pagi ini kamu ada acara nggak Ron? Kalau nggak ada acara datang ke rumah tante ya. Bisa kan?”, pinta tante Keny dari ujung telepon.
“Eh.. Dengan senang hati tante. Nanti sehabis mandi saya langsung ke tempat tante”, jawabku. Kemudian sambil secara reflek tangan kiriku memegang kontolku yang mulai membesar karena membayangkan tante Ken.
“Baiklah kalau begitu. Aku tunggu ya. Met pagi Roni.. Sampai nanti!” Suara lembut tante Ken yang bagiku sangat menggairahkan itu akhirnya hilang diujung tepelon sana.

Pagi itu aku benar-benar senang mendengar permintaan tante Ken untuk datang ke rumahnya. Dan pikiranku nglantur kemana-mana. Sementara tanganku masih saja mengelus-elus penisku yang makin lama, makin membesar sambil membayangkan jika yang memegang kontolku itu adalah tante Ken. Karena hasratku sudah menggebu, maka segera saja aku lampiaskan birahiku itu dengan onani menggunakan boneka didol montok yang aku beli beberapa bulan yang lalu.

Aku bayangkan aku sedang bersetubuh dengan tante Ken yang sudah telanjang bulat sehingga payudaranya yang montok menunggu untuk dikenyut dan diremas. Mulut dan tanganku segera menyapu seluruh tubuh boneka itu.

“Tante… Tubuhmu indah sekali. Payudaramu montok sekali tante. Aaah.. Ehs.. Ah”, mulutku mulai merancau membayangkan nikmatnya ML dengan tante Ken.

Karena sudah tidak tahan lagi, segera saja batang penisku, kumasukkan ke dalam vagina didol itu. Aku mulai melakukan gerakan naik turun sambil mendekap erat dan menciumi bibir boneka yang aku umpamakan sebagai tante Ken itu dengan penuh nafsu.

“Ehm.. Ehs.. Nikmat sekali sayang..”
Kontolku semakin aku kayuh dengan cepat.
“Tante.. Nikmat sekali memekmu. Aaah.. Punyaku mau keluar sayang..”, mulutku meracau ngomong sendiri.

Akhirnya tak lama kemudian penisku menyemburkan cairan putih kental ke dalam lubang vagina boneka itu. Lemas sudah tubuhku. Setelah beristirahat sejenak, aku kemudian segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan kontol dan tubuhku.
Jarum jam sudah menunjuk ke angka 8 lebih 30 menit. Aku sudah selesai mandi dan berdandan.

“Nah, sekarang saatnya berangkat ke tempat tante Ken. Aku sudah nggak tahan pingin lihat kemolekan tubuhmu dari dekat sayang”, gumamku dalam hati.

Kulangkahkan kakiku menuju rumah tante Ken yang hanya berjarak 100 meter aja dari rumahku. Sampai di rumah janda montok itu, segera saja aku ketuk pintunya.

“Ya, sebentar”, sahut suara seorang wanita dari dalam yang tak lain adalah tante Ken.

Setelah pintu dibuka, mataku benar-benar dimanja oleh tampilan sosok tante Ken yang aduhai dan berdiri persis di hadapanku. Pagi itu tante mengenakan celana street hitam dipadu dengan atasan kaos ketat berwarna merah dengan belahan lehernya yang agak ke bawah. Sehingga nampak jelas belahan yang membatasi kedua payudaranya yang memang montok luar biasa. Tante Ken kemudian mengajakku masuk ke dalam rumahnya dan menutup serta mengunci pintu kamar tamu. Aku sempat dibuat heran dengan apa yang dilakukan janda itu.

“Ada apa sih tante, kok pintunya harus ditutup dan dikunci segala?”, tanyaku penasaran.

Senyuman indah dari bibir sensual tante Ken mengembang sesaat mendengar pertanyaanku.

“Oh, biar aman aja. Kan aku mau ajak kamu ke kamar tengah biar lebih rilek ngobrolnya sambil nonton TV”, jawab tante Ken seraya menggandeng tanganku mengajak ke ruangan tengah.

Sebenarnya sudah sejak di depan pintu tadi penisku tegang karena terangsang oleh penampilan tante Ken. Malahan kali ini tangan halusnya menggenggam tanganku, sehingga kontolku nggak bisa diajak kompromi karena semakin besar aja. Di ruang tengah terhampar karpet biru dan ada dua bantal besar diatasnya. Sementara diatas meja sudah disediakan minuman es sirup berwarna merah. Kami kemudian duduk berdampingan.

“Ayo Ron diminum dulu sirupnya”, kata tante padaku.
Aku kemudian mengambil gelas dan meminumnya.
“Ron. Kamu tahu nggak kenapa aku minta kamu datang ke sini?”, tanya tante Ken sambil tangan kanan beliau memegang pahaku hingga membuatku terkejut dan agak gugup.
“Ehm.. Eng.. Nggak tante”, jawabku.
“Tante sebenarnya butuh teman ngobrol. Maklumlah anak-anak tante sudah jarang sekali pulang karena kerja mereka di luar kota dan harus sering menetap disana. Jadinya ya.. Kamu tahu sendiri kan, tante kesepian. Kira-kira kamu mau nggak jadi teman ngobrol tante? Nggak harus setiap hari kok..!”, kata tente Ken seperti mengiba.

Dalam hati aku senang karena kesempatan untuk bertemu dan berdekatan dengan tante akan terbuka luas. Angan-angan untuk menikmati pemandangan indah dari tubuh janda itu pun tentu akan menjadi kenyataan.

“Kalau sekiranya saya dibutuhkan, ya boleh-boleh aja tante. Justru saya senang bisa ngobrol sama tante. Biar saja juga ada teman. Bahkan setiap hari juga nggak apa kok.”

Tante tersenyum mendengar jawabanku. Akhirnya kami berdua mulai ngobrol tentang apa saja sambil menikmati acara di TV. Enjoi sekali. Apalagi bau wangi yang menguar dari tubuh tante membuat angan-anganku semakin melayang jauh.

“Ron, udara hari ini panas ya? Tante kepanasan nih. Kamu kepanasan nggak?”, tanya tante Ken yang kali ini sedikit manja.
“Ehm.. Iya tante. Panas banget. Padahal kipas anginnya sudah dihidupin”, jawabku sambil sesekali mataku melirik buah dada tante yang agak menyembul, seakan ingin meloncat dari kaos yang menutupinya.

Mata Tante Ken terus menatapku hingga membuatku sedikit grogi, meski sebenarnya birahiku sedang menanjak. Tanpa kuduga, tangan tante memegang kancing bajuku.

“Kalau panas dilepas aja ya Ron, biar cepet adem”, kata tante Ken sembari membuka satu-persatu kancing bajuku, dan melepaskannya hingga aku telanjang dada…

Aku saat itu benar-benar kaget dengan apa yang dilakukan tante padaku. Dan aku pun hanya bisa diam terbengong-bengong. Aku tambah terheran-heran lagi dengan sikap tente Ken pagi itu yang memintaku untuk membantu melepaskan kaos ketatnya.

“Ron, tolongin tante dong. Lepasin kaos tante. Habis panas sih..”, pinta tante Ken dengan suara yang manja tapi terkesan menggairahkan.

Dengan sedikit gemetaran karena tak menyangka akan pengalaman nyataku ini, aku lepas kaos ketat berwarna merah itu dari tubuh tante Ken. Dan apa yang berikutnya aku lihat sungguh membuat darahku berdesir dan penisku semakin tegang membesar serta jantung berdetak kencang. Payudara tante Ken yang besar tampak nyata di depan mataku, tanpa terbungkus kutang. Dua gunung indah milik janda itu tampak kencang dan padat sekali.

“Kenapa Ron. Kok tiba-tiba diam?”, tanya tante Ken padaku.
“E.. Em.. Nggak apa-apa kok tante”, jawabku spontan sambil menundukkan kepala.
“Ala.. enggak usah pura-pura. Aku tahu kok apa yang sedang kamu pikirkan selama ini. Tante sering memperhatikan kamu. Roni sebenarnya sudah lama pingin ini tante kan?” kata tante sambil meraih kedua tanganku dan meletakkan telapak tanganku di kedua buah dadanya yang montok.
“Ehm.. Tante.. Sa.. Ya.. Ee..”, aku seperti tak mampu menyelesaikan kata-kataku karena gugup. Apalagi tubuh tante Ken semakin merapat ke tubuhku.
“Ron.. Remas susuku ini sayang. Ehm.. Lakukan sesukamu. Nggak usah takut-takut sayang. Aku sudah lama ingin menimati kehangatan dari seorang laki-laki”, rajuk tante Ken sembari menuntun tanganku meremas payudara montoknya.

Sementara kegugupanku sudah mulai dapat dikuasai. Aku semakin memberanikan diri untuk menikmati kesempatan langka yang selama ini hanya ada dalam angan-anganku saja. Dengan nafsu yang membara, susu tante Ken aku remas-remas. Sementara bibirku dan bibirnya saling berpagutan mesra penuh gairah. Entah kapan celanaku dan celana tante lepas, yang pasti saat itu tubuh kami berdua sudah polos tanpa selembar kainpun menempel di tubuh. Permaianan kami semakin panas. Setelah puas memagut bibir tante, mulutku seperti sudah nggak sabar untuk menikmati payudara montoknya.

“Uuhh… Aah…” Tante Ken mendesah-desah tatkala lidahku menjilat-jilat ujung puting susunya yang berbentuk dadu.

Aku permainkan puting susu yang munjung dan menggiurkan itu dengan bebasnya. Sekali-kali putingnya aku gigit hingga membuat Tante Ken menggelinjang merasakan kenikmatan. Sementara tangan kananku mulai menggerayangi “vagina” yang sudah mulai basah. Aku usap-usap bibir vagina tante dengan lembut hingga desahan-desahan menggairahkan semakin keras dari bibirnya.

“Ron.. Nik.. Maat.. Sekali sa.. Yaang.. Uuuhh.. Puasilah tante sayang.. Tubuhku adalah milikmu”, suara itu keluar dari bibir janda montok itu.
Aku menghiraukan ucapan tante karena sedang asyik menikmati tubuh moleknya. Perlahan setelah puas bermain-main dengan payudaranya mulutku mulai kubawa ke bawah menuju vagina tante Ken yang bersih terawat tanpa bulu. Dengan leluasa lidahku mulai menyapu vagina yang sudah basah oleh cairan.

Aku sudah tudak sabar lagi. Batang penisku yang sudah sedari tadi tegak berdiri ingin sekali merasakan jepitan vagina janda cantik nan montok itu. Akhirnya, perlahan kumasukkan batang penisku ke celah-celah vagina. Sementara tangan tante membantu menuntun tongkatku masuk ke jalannya. Kutekan perlahan dan…

“Aaah…”, suara itu keluar dari mulut tante Ken setelah penisku berhasil masuk ke dalam liang senggamanya.

Kupompa penisku dengan gerakan naik turun. Desahan dan erangan yang menggairahkanpun meluncur dari mulut tante yang sudah semakin panas birahinya.

“Aach.. Ach.. Aah.. Terus sayang.. Lebih dalam.. Lagi.. Aah.. Nik.. Mat..”, tante Ken mulai menikmati permainan itu.

Aku terus mengayuh penisku sambil mulutku melumat habis kedua buah dadanya yang montok. Mungkin sudah 20 menitan kami bergumul. Aku merasa sudah hampir
tidak tahan lagi. Batang kemaluanku sudah nyaris menyemprotkan cairan sperma.

“Tante.. Punyaku sudah mau keluar..”
“Tahan seb.. Bentar sayang.. Aku jug.. A.. Mau sampai.. Aaach..”, akhirnya tante Ken tidak tahan lagi.

Kamipun mengeluarkan cairan kenikmatan secara hampir bersamaan. Banyak sekali air mani yang aku semprotkan ke dalam liang senggama tante, hingga kemudian kami kecapekan dan berbaring di atas karpet biru.

“Terima kasih Roni. Tante puas dengan permainan ini. Kamu benar-benar jantan. Kamu nggak nyeselkan tidur dengan tante?”, tanya beliau padaku.
Aku tersenyum sambil mencium kening janda itu dengan penuh sayang.
“Aku sangat senang tante. Tidak kusangka tante memberikan kenikmatan ini padaku. Karena sudah lama sekali aku berangan-angan bisa menikmati tubuh tante yang montok ini”

Tante Ken tersenyum senang mendengar jawabanku.

“Roni sayang. Mulai saat ini kamu boleh tidur dengan tante kapan saja, karena tubuh tante sekarang adalah milikmu. Tapi kamu juga janji lho. Kalau tante kepingin… Roni temani tante ya.”, kata tante Ken kemudian.

Aku tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Dan kami pun mulai saling merangsang dan bercinta untuk yang kedua kalinya. Hari itu adalah hari yang tidak pernah bisa aku lupakan. Karena angan-anganku untuk bisa bercinta dengan tante Ken dapat terwujud menjadi kenyataan. Sampai saat ini aku dan tante Ken masih selalu melakukan aktivitas sex dengan berbagai variasi. Dan kami sangat bahagia.

[cs] istri orang

Namaku bayu, umurku 24 tahun. Kejadian ini kira-kira setahun yang lalu, ketika aku menelepon ternyata salah sambung. Saat itu aku menelepon temanku tapi ternyata di seberang sana tersambung ke salah satu kantor. Sebut saja yang menjawab namanya Mbak RS, umurnya 33 tahun. Karena suaranya yang bagus, merdu dan agak ngebas, aku mencoba untuk mencari bahan pembicaraan lain supaya jangan diputus, ternyata dia menanggapi. Aku tanyakan dengan agak nekad apakah dia sudah punya pacar.
“Belum”, dia jawab, baru ditinggal pacarnya. Ketika lama bicara akhirnya kami mencatat nomor telepon masing-masing.

Keesokan harinya aku menelpon dia lagi, kali ini pembicaraan ngalor-ngidul, tanpa disadari ketika bicara tentang pengalaman pacaran, dia bilang, “Kalau udah nikah hubungan tidak terlalu intens karena agak bosan.”
Wah ternyata dia berbohong, akhirnya dia mengaku kalau dia sudah menikah dan punya anak satu yang berumur empat tahun.

Akhirnya aku jadi makin berani lalu kutanyakan bagaimana rasanya bulan madu karena aku sama sekali belum pernah merasakan berdekatan dengan wanita (walaupun itu yang namanya ciuman, swear belum pernah). Dia bilang, “Itu sih alamiah.” Kali ini dia mulai tidak malu-malu lagi.
Lalu kutanya lagi, “Gaya apa yang biasanya dilakukan?”
Mak RS menjawab, “Kalau Masku pada awal permainan sangat menyukai menciumi leherku kemudian baru menghisap-hisap payudara…”
Lalu kutanya lagi, “Kalau Mbak senangnya gimana…?”
“Aku sih biasanya paling senang di atas… Cepet nyampe..!”, balasnya manja.
Masih dipercakapan telepon juga kutanyakan, “Tolong dong Mbak ajarin aku… Nggak ada bekasnya ini kan… Mbak ikut KB kan..?”
“Enak aja… Cari aja perempuan yang masih single kemudian nikahi… Bereskan.”, balasnya dengan nada sedikit genit.

Wah ternyata Mbak RS ini jinak-jinak merpati… Aku menjadi semakin tertantang. Lalu kucoba pancing kembali.
“Iyah deh… Enggak usah yang berat-berat… Ciuman ajah…”
Ternyata dia mulai memberi angin dengan memberi jawaban, “Lihat aja belum udah mau cium-cium… Entar kalau udah liat malah lari?”
Aku menimpali kembali, “Siapa yang lari saya atau Mbak..?”
Dia jawab, “Udah ketemu aja deh.. Di mana..?”
Langsung kujawab, “Di KFC aja terus langsung nonton… Filmnya bagus… The Entrapment? Mbak enggak usah balik ke kantor aja.”
Akhirnya di akhir percakapan kami janjian untuk ketemu besok jam 12 siang di KFC.

Esok harinya jam setengah dua belas aku sudah nongkrong di KFC, tepat jam 12 ada seorang wanita setengah baya dengan rambut panjang disemir agak merah, memakai jas dengan dalaman serta celana panjang. Waduh, seksi sekali, tingginya kira-kira 170 cm, berat 65 kg.
“Waduh montok cing.”, pikiranku langsung tambah ngeres, aku bersumpah bahwa aku harus dapat menyetubuhinya.

Hanya sebentar di KFC kemudian kami meluncur ke 21, kebetulan film baru akan mulai. Kami duduk di tengah pinggir, kebetulan karena hari Senin yang nonton cuma sedikit. Setelah film dimulai, ’senjata rahasiaku’ mulai berdiri kencang. Kemudian kuberanikan untuk memegang tangannya, ternyata dia diam saja.
Aku berbisik, “Mbak bohong katanya ditelepon bilang sudah nenek-nenek tapi nyatanya masih seperti umur 20 tahun, beruntung yah suami Mbak.”
Lalu aku berbisik lagi, “Mana janjinya Mbak… Katanya boleh cium kalau enggak lari…”
Kemudian dia melihat ke sekeliling, “Malu… Ntar ketahuan orang…”
Saya bilang kembali, “Sepi kok Mbak..!”

Dalam keremangan aku melihat dia merapat-rapatkan kedua bibirnya untuk membersihkan lipstiknya. Aku mulai menempelkan bibirku pada pipinya. Busyet, wangi sekali. Kemudian tanpa ba.. Bi.. Bu lagi kulumat bibirnya. Ternyata dia melawan lumatanku dengan penuh gairah. Tanganku tak dapat diam lagi, kemudian menggerayang ke lehernya terus ke buah dadanya. Waduh, besar sekali. Langsung kuremas dan pelintir puting susunya. Nafas Mbak RS mulai ngos-ngosan.

Tiba-tiba tanganku disentakkan dan ciumanku dihentikan. Dia bilang, “Sudah yu, jangan terlalu jauh.. Aku sudah nikah..!”
Tapi aku tidak mau menyerah, dengan penuh trik kupegang tangannya lalu kubimbing ke arah kemaluanku (kupikir pasti aku ditampar karena kurang ajar). Ternyata dia diam saja. Lalu kukeluarkan kemaluanku, kutempelkan tanganya di kemaluanku.
Mbak RS terhenyak, “Nekad kamu yu..”
“Biarin Mbak..”, balasku nakal.
“Gede dan panjang juga yah barang kamu…”, bisik Mbak RS genit.
“Iya Mbak aku udah enggak tahan lagi nih…”, balasku mesra.
“Nanti aja keluarin di kamar mandi…!”, goda Mbak RS.
“Enggak mau… Pengen sama tangan Mbak..!”, bisikku manja.
“Pusing ya..”, mbak RS terus menggodaku.
“Iyah..”, balasku mantap.

Akhirnya Mbak RS mengeluarkan lotion dari tasnya kemudian mengocok barangku.
“Oooh… Syhhkkk… Nikmatnya…”
Tangan Mbak RS yang super halus dan penuh pengalaman mengocok barangku. Selang beberapa saat, “Sreeet.. Srettt”, keluar sudah spermaku akibat kocokan mesra tangan Mbak RS.

Ketika film selesai kami keluar dan jalan-jalan. Aku membelikan dia baju untuk anaknya, jalan-jalan kembali, makan hingga jam menunjukkan pukul delepan malam.
“Mbak RS, enggak dimarahin sama Mas… Pulang lambat..?”
“Tadi udah bilang ada temen ulang tahun jadi pulang agak lambat.”

Aku mengantarnya pulang. Di tengah perjalanan terlihat plang hotel. Pikiranku mulai nakal. Wah bawa saja ke sini. Aku memasukkan mobilku ke hotel.
Mbak RS protes, “Mau ngapain ke sini…?”
“Kita ngobrol… Untuk saling kenal lagi Mbak… Aku enggak akan nakal kok Mbak”, balasku mesra, Mbak RS diam saja.

Ketika telah di dalam, Mbak RS tanpak kikuk. Kucoba menenangkannya, “Santai Mbak.” Lalu dia membuka sepatunya, aku menghampirinya.
“Wah saya kalah tinggi MBak yah!”
Tapi enggak ada pengaruh kalau udah ditempat tidur.
“Mbak aku pengen cium bibir Mbak lagi…”
Lalu aku menghampirinya, dia diam saja. Kemudian kulumat bibirnya. Dengan setengah paksa kubuka bajunya lalu celana panjangnya, dia berontak lalu kujepit badannya walaupun badannya besar dan montok tapi tenaganya tetap kalah
“Yu… Jangan Yu… Jangan maksa dong…”
Aku tidak peduli, dengan cepat kubuka celanaku dan bajuku kemudian dengan sigap kumasukkan barangku yang besar dan panjang ke liang senggamanya yang ternyata sudah basah. Mbak RS melenguh, dengan cepat kugerakkan turun naik. Masih barangku menancap di dalam liang kewanitaannya, kuguling-gulingkan badannya sehingga kadang dia di atas kadang dia di bawah.

Lama-lama dia terangsang juga, akhirnya sama-sama kami mencapai orangasme. Kemudian dengan cepat kujilati bibir kemaluannya sampai kemudian dia orgasme kembali.
Akhirnya impianku terwujud untuk menyetubuhi tubuh Mbak RS yang montok, tinggi, agak gemuk dan punya anak 1. Oooh nikmat sekali!

[cs] miminku sayang 1

Sekarang ini aku adalah seorang ayah dari dua orang putri dan seorang putra. Kehidupan perkawinanku biasa-biasa saja, tidak terlalu menggebu dalam masalah hubungan pasutri. Meskipun sebenarnya aku termasuk lelaki yang mempunyai nafsu besar, tapi karena istriku sangat tidak pandai dalam hal satu ini, sering aku merasa kosong dan hambar.

Cerita ini terjadi sekitar tahun 2003 akhir, bermula ketika babby sitter anakku yang kedua dipanggil pulang orang tuanya karena kakaknya juga baru melahirkan. Selang seminggu kemudian bapakku datang ke Jakarta mengantarkan seorang baby sitter baru untuk anakku. Sejak pertama kali melihatnya, aku sudah merasa terangsang sekali terutama bila melihat dua gundukan besar di dadanya yang sampai saat ini aku tidak tahu pasti berapa ukurannya, tapi sangat besar mungkin 36D.
Sebut saja namanya Mimin dan saat itu dia baru berusia 17 tahun tapi mempunyai tubuh yang bongsor dengan tinggi 167cm. Paras mukanya biasa saja dan bentuk badannya juga biasa. Hanya dua gundukan itu yang selalu menghantui pikiranku sejak pertama kali melihatnya.
Sejak kedatangannya tidak ada yang special yang terjadi, karena aku juga tidak pernah berusaha untuk berbuat sesuatu yang mengarah kepada berhubungan seks dengannya. Dan dia nampaknya juga bisa membawakan diri dengan baik dan juga sayang pada putriku yang kedua yang saat itu baru berusia 3-4 bulan juga putri pertamaku.
Oh ya pembaca, kami masih tinggal di pavilion rumah mertuaku yang ada pintu penghubung dengan bangunan utama.
Kejadian berawal ketika pada suatu siang Mimin meminta tolong kepadaku untuk mensetting handphone yang baru dibelinya. Aku sedang libur hari itu dan istriku sedang di kantor. Ketika sedang berdiri minum kopi di meja makan, tiba-tiba Mimin datang dan berkata:
“Pak, tolong dong settingin handphone saya. Saya ga bisa”.
Kuterima handphonenya dan mulai kuutak-atik. Sedang asik mengutak-atik hp itulah ketika mulai terasa ada hembusan nafas dibelakang telinga kiriku dan ketika kutengok, Mimin berdiri disitu sedang memperhatikan caraku mensetting hp-nya.
“Sekalian belajar Pak”, katanya.

Aku biarkan saja dan mulai mengajarkan caranya, masih sambil berdiri. Tiba-tiba lengan kiriku merasa ada benda kenyal empuk menyentuhnya. Kucoba tarik untuk menghindarinya tapi malah semakin terasa menempel di punggung dan lenganku.
“Apa maunya nih anak?”, pikirku.
Kutengok lagi ke belakang dan muka Mimin berada sangat dekat dengan mukaku, sambil matanya tetap tertuju pada hp-nya. Kemudian kuberanikan diri untuk mengecup pipinya dan dia diam saja. Bahkan kurasakan hembusan nafasnya yang hangat di telinga kiriku. Tentu saja hal itu membangkitkan gairah kelelakianku.
Kemudian kuberanikan diri untuk memegang pahanya dengan tangan kiriku yang bebas. Mimin diam saja. Kuusap-usap pahanya dan hembusan hangat nafasnya di telingaku makin kencang. Tangan kirikupun makin naik dan berhenti dipangkal pahanya. Kuusap-usap gundukannya dan perlahan jari tengahku kutekan-tekan tepat ditengah gundukan. Mulai terdengar desahannya dan gundukan kembar makin menekan punggung dan lenganku. Makin kutekan jari tengah tangan kiriku dan makin konsentrasi di satu tempat yang kuyakin adalah clit-nya. Kurasakan tangan kananya memeluk dan mulai meremas pinggangku.
Akhirnya kutarik keatas roknya yang sebatas lutut dan kembali kuusap-usap gundukan venusnya yang masih terbungkus cd. Remasan dan pelukannya dipinggangku makin kencang dan tangan kirinya membantu tangan kiriku menekan dan mengusap-usap pangkal pahanya. Mulai kurasakan lembab cdnya dan akhirnya kutelusupkan telapak tangan kiriku kedalamnya. Disambut oleh bulu-bulu halus yang masih jarang dan ketika jarinya mulai membuka bibirnya, kurasakan basah yang hangat disana. Gerakannya makin cepat terutama jari tengahku dalam mengilik-ngilik dan memutar-mutar clit-nya dan mulai terdengar eranganya perlahan.

“Eshhh… Enak Pak…”
“Terus Pak… Essshhh… Mimin mau pipis Pak”.
Tanpa sadar dia menggigit pundakku dan secara reflek kutarik tanganku karena sakit yang kurasakan di pundak. Setelah meletakkan hp yang belum selesai kusetting diatas meja makan, kubalikkan badanku dan langsung kukulum bibirnya. Mimin menyambut ciumanku dengan tidak kalah bernafsunya dan lidah kami saling belit saling hisap.
“hmmm… Hmmm…”. Tangan kananku menggantikan peran tangan kiriku yang sekarang memeluk dan menarik tubuh Minah merapat ke tubuhku hingga kurasakan dua bukit kembarnya menekan dadaku. Nikmat sekali rasanya.
“Terus Pak… Enak Pak”, katanya lembut ditelingaku ditingkahi oleh suara desahan dan erangannya. Makin kuputar-putar dan kutekan-tekan jari-jariku di clit-nya. Dengan ditingkahi erangan tertahannya (takut terdengar mertua atau adik iparku) di rumah sebelah, dipeluknya badanku erat sekali. Kulepaskan pelukannya dan langsung berjongkok di depannya dan dengan sekali tarikan maka tanggallah celana dalamnya. Langsung kuserbu dengan ciuman, jilatan dan hisapan di sekujur bibir indah itu terutama tonjolan kecilnya. Tak lama kemudian kudengar.
“erghhh… Min mau…pipis Pak… Ssshhhh… Enak”.
“Aaahhh…ssshhhh… oohhh”
Perlahan mulai kurasakan tubuhnya menegang dan meliuk-liuk dengan diiringi kejangan. Untung kedua tangannya bersandar ke meja makan. Kubiarkan dia melepas gelombang yang mendera tubuhnya agak lama sambil tetap memeluknya dan menahan dorongannya dengan bersandar ke meja makan. Setelah agak lama kurasakan nafasnya mulai teratur kembali dan dia mengecup dan menjilati leher dan telingaku yang membuat tongkatku makin mengeras.
“Terima kasih Pak.. Enak sekali Pak”, katanya lembut sambil mengecup pipiku kali ini.
“Kok kamu mau Min?”, tanyaku untuk mengurai rasa penasaranku.
“Min kadang suka dengarin kalau Bapak sama Ibu lagi begituan. Kayanya seru dan enak. Jadi Min sering juga pakai jari sendiri”.
“Tapi belum pernah seenak dan senikmat pakai jari Bapak. Badan Min sampai lemes begini. Terima kasih ya Pak”.
“Ya..”, jawabku, “tapi sekarang bagaimana dengan dede? Kalau dah keras begini dan tidak mendapatkan musuh, sakit sekali Min”, kataku sambil memegang tongkatku yang sudah menonjol sejak tadi.

Kupegang tangannya dan kutuntun kearah tongkatku yang sudah sangat keras. Mula-mula dia nampak ragu tapi tidak ditariknya tangannya dan perlahan kurasakan tangannya mulai meremas-remas tongkatku.
“Masa sih Pak sakit? Min harus gimana Pak untuk menghilangkan sakit dede ini?”, begitu tanyanya, sambil mulai dikocok-kocoknya perlahan dengan lembut.
“Biar hilang sakitnya, dede harus masuk ke memey-nya Min dan pipis disitu”, jawabku.
“Min mau?”, tanyaku lagi.
Dia diam saja. Menunduk sekarang. Remasan tangannya ditongkatku makin kencang kurasakan.
“Pernah ada dede kecil yang masukin memey Mimin?”, tanyaku.
“Belum Pak?”, jawabnya.
Aku tertegun sejenak. Berkecamuk banyak hal dalam otakku, antara menyalurkan hasrat kelelakianku yang sudah membara dengan banyak pertimbangan moral lainnya, terutama karena ternyata Mimin masih perawan. Akhirnya…
“Min mau memey-nya dimasukin dede?”, tanyaku. Dia makin tertunduk dan tetap diam. Ditelusupkannya tanganya kedalam celana kolorku dan masuk kebalik cd-ku. Diremas-remasnya tongkatku dan dikecupnya serta dijilatinya leher dan kupingku. Lebih dari sekedar jawaban “ya”, lewat mulut, begitu pikirku.
Kuajak dia masuk ke kamarnya yang berada di belakang. Setelah kukunci pintunya, perlahan kurebahkan dia diatas kasur. Kupandangi mukanya dengan teliti dan Mimin hanya tersipu malu. Kuturunkan kepalaku mendekat dan kukecup bibirnya dengan lembut. Lalu mulai kukeluarkan lidahku dan kumasukkan ke mulutnya, kucari, ketemu lidahnya dan langsung lidah kami saling berbelit, hisap dan sedot. Tanganku tak mau diam saja. Kuusap-usap perutnya dengan lembut, pinggangnya dan perlahan naik ke dua gundukan kembar di dadanya. Kuusap-usap dengan sangat lembut, perlahan dari pinggirannya, memutar dan kucoba menghindari untuk tidak langsung menyerbu. Ingin kunikmati sepenuhnya momen demi momen.
Perlahan mulai kudengar desahannya seiring remasan-remasan lembut tanganku di dadanya. Mulai kuusap-usap putingnya dari luar dan Mimin melingkarkan tangannya memelukku sambil mengangkat sedikit dadanya kearah remasan tanganku.
“shhh… Ehhhh…”

Lalu tanganku mulai menyusup ke balik kaosnya, mengawali lagi usapan dari perut dan pinggangnya dan perlahan naik ke bukit kembarnya. Kuusap dan kuremas perlahan dari luar bh-nya dan mulai kurasakan daging kenyal yang seakan mau meletus dari cengkeraman bh-nya yang agak kekecilan. Kukecup dan kujilati lehernya yang putih bersih dengan aroma yang merangsang. Kuusap dengan agak sedikit menekan bagian putingnya dan dijawab dengan “sssshhhh… Cepet Pak… Diremas aja Pak… Copot bh-ku Pak… Min pingin disayang ma Bapak… ssshhh…”

Langsung kujawab dengan menarik lepas kaosnya ke atas dan kubuka kaitan bh-nya yang ada di depan. Terpampanglah di depan mataku dua bukit kembar berwarna putih mulus, besar (satu tanganku tak cukup untuk menangkupnya) dengan puting berwarna agak kecoklatan yang sudah mulai mengeras. Lama kutatap untuk menikmati keindahanya yang sudah menghantui pikiran dan mimpi-mimpiku selama ini, ternyata sekarang teronggok dengan indahnya didepan mata.
“Jangan diliatin aja Pak… Min malu”.
“Justru kamu harus bangga Min”, jawabku, “payudaramu sungguh indah. Terindah yang pernah Bapak liat. Bapak sudah memimpikan ini sejak pertama melihatmu Min. Sungguh”.
Dengan lembut kuusap kembali dua bukit kembar tersebut mulai dari pangkalnya, memutar sambil kuremas dengan lembut. Kembali terdengar desahannya seiring kulumat lagi bibir mungilnya. Perlahan kusentuh putingnya yang sudah agak mengeras dan kurasakan hentakan lembut dari tubuhnya. Kuputar-putar jariku diatasnya dan mulai kupilin putingnya pelan-pelan.
“Mmmmhhh…sssshhhh…”, desahnya diiring suara kecipak mulut kami yang saling mengulum dan melumat.
Tangan kiriku mengusap-usap rambut, kepala, tengkuk dan sesekali kupingnya. Setelah yang kanan agak lama maka kuberikan servis yang sama ke bukit yang satunya. Setelah puas meremasnya, maka perlahan ciumanku mulai turun kebawah dari lehernya dan kuperbuat yang sama dengan jariku, kali ini dengan lidahku. Setelah puas menjilat dan sedikit menggigit-gigit daging kenyalnya, maka mulai kujilat putingnya yang sudah mengeras, mengacung. Desahan dari mulutnya makin mengeras. Kujilat dan kuhisap dengan rakus dua bukit kembar yang sangat indah itu dengan sesekali kugigit-gigit gemas. Hal itu makin merangsang Mimin dan perlahan tapi pasti desahannya berubah menjadi erangan. Kupuas-puaskan diriku dengan dua bukit kembar yang telah memenuhi otak dan nafsuku selama ini.

Puas dengan dadanya, yang sekarang digantikan perannya oleh muluntuku, tanganku menggerayang menyusup kebawah ke lututnya. Mengusap-usap perlahan naik kepahanya dan sampailah ke pangkal pahanya yang sudah basah sejak orangasmenya waktu berdiri tadi. Kugosok-gosok bukit venusnya dari luar cd-nya. Karena takut terdengar erangannya yang makin keras oleh orang rumah, kumasukkan jari-jari tangan kiriku kemulutnya yang langsung di sambutnya dengan hisapan dan jilatan. Tubuhnya makin menggelinjang-gelinjang waktu kususupkan tanganku kedalam cd-nya dan langsung kuremas lembut clit-nya sambil kugosok-gosok tanpa menghentikan jilatan dan hisapan di putingnya yang sekarang makin meruncing dengan sombongnya.
“sssshhhhhh…… Erghhhh… Nikmat banget Pak…”
“Min…. Mau pipis…. lagi… Pak… Terusss… Jangan brenti Pak…”
Belum selesai kalimatnya sudah kurasakan cairan kental yang keluar dari liang memey-nya diiringi lengkungan tubuhnya yang disertai erangan panjang dengan sedikit kejang-kejang. Kubiarkan dia sejenak kembali menenangkan diri. Kukecup lembut bibirnya.
“Enak Min?”, tanyaku.
“Shh… Enak sekali, nikmat sekali Pak.Bapak pintar sekali menyenangkan Mimin Pak!”
“Ini pengalaman pertama yang luar biasa buat Mimin Pak. Sungguh”.
“Sekarang gentian Mimin yang membuat enak Bapak ya”, pintaku.
“Bagaimana caranya Pak?”, tanyanya.
“Mimin mau melakukan apa saja asal bisa membuat Bapak senang dan puas seperti yang Mimin rasakan”.

[cs] miminku sayang

Sebelum mulai, kubuka dulu seluruh baju, celana berikut cdku juga roknyidr dan celana dalamnya. Maka sekarang kami benar-benar tanpa sehelai benangpun. Bulet. Kuminta ia mulai mencumbuku dengan mencium dan menjilati seluruh tubuhku. Enak dan nikmat sekali jilatan dan hisapannya disekujur tubuhku dan mulai kupegang dan kuarahkan kepalanya ke bawah kearah dedeku yang sudah mengacung tegang. Tidak begitu panjang dan besar memang tapi sudah sangat keras. Sebelum memulai, diangkatnya mukanya menghadapku, dipegangnya dedeku, diremas-remasnya lembut dan senyum manis tersungging dibibirnya. Pelan dia mulai menjilati kepala dedeku, kebawah dan ke kedua bola yang menggelantung. Bukan hanya dijilati karena sekarang Mimin mulai memasukkan buah zakarku ke mulutnya dan menghisapnya pelan. Nikmat sekali.”Pintar juga anak ini”, pikirku. Naik keatas dan lengsung dimasukkannya dede-ku kedalam mulutnya. Kurasakan sensasi yang luar biasa saat lidah dan mulutnya yang penuh dengan dede-ku mulai menghisap dan menggelitik-gelitiknya.
“ssshhhh… Ahhh… Nikmat sekali… Min…”.
“terus Min…. Kamu…. Pintar sekali… Min…”, kalimat terputus-putus keluar dari muluntuku karena sensasi luar biasa ini. Dengan semangatnya terus dihisap dan dikulumnya dedeku hingga sesekali nampak kempot pipinya. Sungguh luar biasa.
Aku tidak mau tinggal diam. Kusuruh dia untuk mengangkang diatasku yang langsung dipatuhinya. Maka sekarang aku juga melakukan hal sama di memey-nya. Kucium aroma wangi menyegarkan yang keluar dari memey-nya yang sangat menggairahkan. Maka langsung kujilat-jilat clit-nya dan seluruh bagian bibirnya yang berwarna agak kemerahan, cenderung merah muda, hingga pelan-pelan mulai kusodok-sodokan bibirku kedalam liang yang basah hangat tersebut. Hmm, sungguh wangi nikmat memey ini. Agar lebih leluasa, kugunakan dua tanganku untuk sedikit membuka bibir tersebut dan makin ganas jilatan dan hisapanku disitu.
“Sssshhhh… Eerrgghhh… Nikmat sekali…”
“terus… Jangan brenti… Lebih dalem…”
Entah siapa yang mengerang tak jelas lagi, saling ganti-ganti antara aku dan Mimin.
“Pak… Sekarang Mimin…mau dede masukin memey ya. Udah ga tahan nih…”

Kudengar suaranya dari bagian bawah tubuhku. Langsung kubalikkan badannya dan kukangkangkan kedua pahanya. Memey-nya sungguh indah dengan bulu-bulu halus rapi diatasnya yang menandakan pemiliknya merawatnya dengan baik.
Pelan-pelan kuposisikan dirinya diatasnya. Kugosok-gosok dede ke clitorisnya hingga kutemukan ujung pintu masuk rumah memey. Mimin hanya bisa mendesis-desis menahan nikmat. Ketika mulai kumasukkan kedalam liangnya, seolah mentok kurasakan. Kutekan-tekan sedikit sambil tangan kiriku mencengkeram pinggangnya. Pelahan tapi pasti kepala dede mulai memasuki memey. Seret sekali. Terdengar erangan menahan sakit dari bibir Mimin. Kuhentikan sejenak tusukanku sambil mulai kugoyang-goyang kepala dede agar lebih mmengenal rumah barunya. Setelah agak lama maka mulai kutekan lagi dan berhasil masuk sepertiganya.
“Ssst. .. erghhh… Sakit Pak…”.
“Iya sayang… Pelan-pelan ya… Ntar jadi enak ko…”
“Tahan bentar ya sayang…”

Setelah agak terbiasa didalam rumah barunya yang nikmat, kutarik sedikit lalu kumasukkan lagi pelan-pelan. Hingga akhirnya dengan satu dorongan kedepan, maka disambutlah dede-ku oleh memey dengan hangat didalam.
“Aduh… Sakit Pak… Pelan-pelan Pak…”
Kurasakan liang memey yang masih sangat rapat tapi basah dan sangat hangat pula. Cengkeraman jari-jari Mimin di punggungku sangat sakit kurasakan karena terasa kukunya menancap disana tapi tak kuhiraukan. Kukecup lembut bibir manisnya dan kukulum untuk mengurangi rasa sakit dibibirnya yang lain.Kudiamkan dede sejenak didalam agar makin saling mengenal dengan baik dengan memey tercinta. Kurasakan basah hangat mengguyur dede, darah perawan Mimin!
Lalu mulai kutarik keluar dede dan kumasukan lagi, sedikit-sedikit. Cengkeraman dipunggungku berubah menjadi elusan dan usapan. Desis dan desah mulai terdengar keluar dari bibir manisnya. Setelah saling mengenal dengan baik, maka mulai kupercepat tusukan-tusukan dede ke memey. Kedua kakinya terasa memeluk pinggangku sementara kepalanya mendongak keatas hingga makin membuat dua gundukan besarnya makin mengacung sombong ke udara dengan indahnya. Kedua tangannya meremas-remas sprei. Sungguh pembaca, tidak ada pemandangan yang melebihi keindahan momen seperti ini.

“Ssssshhhh… Pak… Enak sekali Pak… Terus Pak”.
“Aaahhhh… Memey nikmat sekali Min…”
Agak lama kami masih dalam posisi yang sama hingga terdengar:
“Terus Pak… Lebih cepet Pak… sssshhhhh… Aaahhhh..”
“Mimin mau… pipis lagi…Pak”.
Nafasnya makin memburu dengan ditingkah erangan.
“Jangan ditahan… Min…. Keluarin aja”.
Tidak berapa lama kemudian kulihat tubuhnya melengkung keatas dengan cengkeraman tangan disprei yang makin kuat.
“Aaagghhh… Mimin… Pipis… Pak.”
“Nikmat… Sekali… Pak….. Aaahhhh”.
Pada saat yang bersamaan kurasakan cengkeraman memey yang sangat kuat pada Dede dengan disertai denyutan dan cairan basah hangat yang mengguyurnya. Saking banyaknya hingga kulihat menetes keluar dari bibir Memey.
Kubiarkan dia merasakan saat-saat orgasmenya hingga detik-detik terakhir yang ditandai dengan mulai teraturnya kembali nafasnya dan lemas tubuhnya. Keringat membasahi dadanya yang sangat indah. Dede dan Memey masih bersatu saat dia bangkit memelukku dengan sangat erat dan menciumi seluruh mukaku dengan rakusnya.
“Terima kasih Pak telah memberikan kenikmatan tak terkira seperti ini kepada Mimin. Mimin sayang banget sama Bapak”.
“Iya Min, Bapak juga sayang banget sama Mimin”.
“Dede pinter ya Pak. Memey jadi enak banget deh”.
Kukecup bibirnya dan kutarik dede keluar.
“Ko dikeluarin Pak?”, protes Mimin.
“Iya, sekarang balik badan Min. Kita ganti posisi”.

Kusuruh Mimin menungging, kurendahkan bahunya dan kukangkangkan kedua pahanya hingga memey terlihat menyembul dengan indahnya. Kutuntun dede dengan tangan kananku, kutempelkan ke memey dan pelan tapi pasti kumasukkan kedalamnya. Masih agak seret tapi bisa masuk seluruhnya kali ini dengan perlahan. Kubiarkan sejenak didalam agar terbiasa.
Lantas mulai kukeluarkan pelan dan kumasukan lagi. Makin lama makin cepat tusukan-tusukanku. Gila. Enak sekali si memey ini. Dinding-dindingnya menjepit keras, kuat. Ikut keluar ketika dede kutarik dan menyedotnya ketika kutusuk. Seolah tidak mau melepaskan pasangan barunya yang sangat dicintainya yang telah memberinya kenikmatan tiada tara.
“Oooohh… Memey enak sekali…Min.”.
“Dede… Juga enak… Pak”.
“Terus… Pak… Yang keras… Pak… Mimin nikmat sekali Pak”.

Makin lama makin cepat kukeluar masukkan dede di memey. Erangan-erangan dan desahan kami saling tindih, riuh hingga aku sudah tidak peduli lagi bila ada yang mendengar dan tahu apa yang sedang kami perbuat. Soalnya memey sungguh nikmat pembaca.
Perlahan tapi pasti mulai kurasakan denyut halus muncul dari peruntuku yang berarti aku akan mengalami ejakulasi. Erangan Mimin juga makin keras dengan nafas yang makin memburu. Pada saat itulah kucabut dari jepitan memey. Kulihat raut muka Mimin yang bertanya-tanya, heran dan tidak mengerti. Bahkan ada semburat kecewa dan marah. Tanpa bicara kubalikkan badanya hingga telentang dan langsung kutusukan dede ke memey. Ada suara seperti orang tercekik keluar dari tenggorokan Mimin begitu kumasukkan dede dengan sekali tusukan.
“Oooohhhhh…”, hanya itu yang keluar dari bibirnya.
Maka kembali kugoyang pantat dan pinggangku maju mundur, makin lama makin cepat. Erangan dan nafas kami saling memburu, sahut menyahut. Rasa berdenyut diperuntuku mulai kembali dan denyut di dinding-dinding memey juga mulai cepat kurasakan. Aku tahu bahwa sebentar lagi kami akan sampai. Maka makin kupercepat gerakanku. Tempat tidur dimana kami bergumul mengeluarkan suara deritnya seolah tidak mau ketinggalan partisipasinya dalam meramaikan pergumulan kami.

“Ahhh… Nikmat sekali Pak”.
“Iya Min… Nikmat sekali… eergghhhh.”
“Min… Mau…pipis lagi… Pak”.
“Iya…kita… Pipis… Bareng… Min”.
Maka letupan itupun terasa begitu nikmat dan indah.
“Aaaahhhh… Ssshhhhhh”. Hanya itu yang mampu kami keluarkan dari mulut. Sejenak kami melayang diawang-awang dengan taburan bunga dan harum wewangian. Sungguh indah momen ini. Dan aku tidak mau cepat-cepat kembali ke bumi. Kutubruk tubuhnya dan kupeluk dengan sangat erat. Miminpun memelukku tidak kalah eratnya saat kami berejakulasi bersama. Kukeluarkan semua yang kupunya tanpa sisa dengan disambut oleh semburan cairan Mimin hingga kurasakan liang senggamanya banjir oleh cairan kami berdua.
Lama kami berpelukan erat hingga nafas kami mulai teratur dan normal. Kucium bibirnya dan kukulum dengan sepenuh rasa sayang. Dede masih dijepit memey, Seolah tak ada yang mau berpisah.
“Nikmat sekali Min. Indah sekali. Sungguh Bapak baru pernah merasakan yang seindah dan senikmat ini”, kataku.
“Mimin juga merasakan hal yang sama Pak. Mimin jadi sayang banget sama Bapak. Mimin mau melakukan apa saja untuk membahagiakan Bapak”.
“Untuk kebahagiaan kita Min”.
“Mulai hari ini, dede hanya untuk memey ya Pak”, pintanya sambil dikeduntukannya hingga dede terasa diremas.
“Gimana dengan ibu dong Min?”, tanyaku.
“Ibu sih boleh. Tapi jangan yang senikmat seperti untuk memey”.
Kurang ajar juga nih anak sudah mau mengatur. Tapi benar juga sih. Karena aku merasakan sesuatu yang lain yang sangat indah ketika bersenggama dengannya.

Kenikmatan kami terputus oleh suara tangis anakku yang ternyata sudah bangun dari tidur siangnya. Demikianlah pembaca, sejak saat itu kami selalu mengulangi apa yang telah kami mulai setiap kali ada kesempatan. Bahkan seringkali kami lah yang menciptakan kesempatan tersebut. Dan Mimin tidak pernah hamil meskipun kami tidak pernah peduli dengan kalender. Entah kenapa. Padahal antara aku dan dia sama-sama berasal dari sebuah keluarga besar.

Kejadian itu berlangsung selama sekitar tiga setengah tahun hingga Mimin dipanggil pulang oleh orang tuanya karena ibunya sakit yang membutuhkan pengobatan intensif.
Dan setelah itu pamannya mengajaknya bekerja sebagai TKW di Malaysia dan diterimanya karena pertimbangan ekonomi harus membiayai sakit parah ibunya. Sebelum keberangkatannya ke Malaysia, aku sempatkan datang menjemput ke desanya dan kami habiskan tiga malam yang sangat seru dan indah di sebuah hotel di kota kabupatennya. Aku sungguh menyayangi dan merindukanmu Min. Kapan kita akan bertemu lagi, sayang?

[cs] kostku

Panggil aku Andi (bukan nama sebenarnya), aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, fakultas kedokteran. Cerita ini bermula ketika aku secara tidak sengaja menemukan sebuah tempat kos yang ideal di pinggiran kota surabaya, walaupun tempatnya lumayan jauh dari fakultas tapi tempatnya sepi, cocok untuk aku menyelesaikan skripsiku.
Aku memang secara tidak sengaja menemukanya pada saat aku dalam perjalanan pulang dari rumah temanku. Ketika itu aku mampir di sebuah warung untuk makan dan disana aku berkenalan dengan pak Iwan dan iseng aku menanyakan apakah ada tempat kos di daerah sini. Dan ternyata dia menawarkan rumahnya yang tidak jauh dari situ untuk saya tempati dan ketika itu juga aku diajak melihat langsung ke rumahnya. Disana pak Iwan tinggal bertiga dengan Istrinya dan dengan keponakan perempuannya bernama Mila yang juga kuliah di salah satu PTN di Surabaya.

Pak Iwan berumur 38 th sedangkan bu Iwan berumur 33 tahunan, dan mereka sudah menikah tujuh tahun dan belum dikaruniai anak. Menuruntuku Bu Iwan adalah istri idaman para lelaki, dia anggun walaupun selalu mengenakan jilbab panjangnya. Dia juga jarang keluar rumah selain untuk pergi ke pasar dan ke pengajian. Karena jarang keluar rumah wajahnya terlihat halus putih dan terawat. Sedangkan pak Iwan karena pekerjaannya termasuk orang lapang karyawan di salah satu perusahaan telekomunikasi sehingga dia jarang ada di rumah. Dan karena itulah mungkin akhirnya kamar depan diputuskan untuk dikost. Katanya agar ada lelaki yang menjaga istri dan keponakannya saat dia tidak di rumah. Mila keponakannya merupakan aktivis sebuah ormas Islam dengan jilbabnya yang lebar dia juga jarang ada di rumah bahkan untuk menyapaku saja sangat jarang sekali. Paling-paling pulang kuliah langsung masuk kamar dan tidak keluar kecuali untuk makan dan masuk ke kamar mandi.

Sudah dua minggu aku disana dan aku bahkan tidak pernah melihat bu Iwan dan Mila tidak berjilbab saat di rumah. Dan hari itu, hari Sabtu, kebetulan aku tidak ada acara. Aku berniat menyelesaikan revisian skripsiku. Jam dinding sudah menunjukan jam 21.00, akupun dari pagi belum bertemu pak Iwan sama sekali, mungkin dia pergi ke luar kota untuk urusan dinas.
Akupun keluar kamar berniat ke kamar mandi. Dan ketika melintas di ruang tengah terlihat bu Iwan di depan TV dan rupanya dia ketiduran. TV pun masih menyala. Dan betapa kagetnya aku melihat bu Iwan yang gamisnya tersingkap dan terlihat kaki dan pahanya yang begitu indah. Jantungku pun berdetak sangat kencang.
Bu Iwan pun berbalik… kedua kakinya di telentangkan lebar-lebar. Rupanya dia tidak sadar posisi barunya sangat melihatkan bagian dalam dari gamisnya. Paha nya yang muluspun terlihat semakin jelas membuatku semakin terkesima. Dan ketika aku sedang asyik menikmati pemandangan indah itu bu Iwan pun terbangun, tampak dia terkejut dan malu ketika melihatku menikmati tubuhnya yang indah.

Wajahkupun merah padam karena malu.
“Maaf bu… saya mau melihat TV… Karena bosen di kamar terus…”, kataku mengelak. Bu Iwan ternyata tersenyum dan berkata, “tidak pa pa kok dik, nonton aja. Ibu juga lagi sendirian, Bapak sedang keluar kota ada urusan dinas, kalo Mila, tidak tahu tuh sudah tidur di kamarnya dari sore, kecapekaan habis ada acara di kampusnya… Dik.”, sapanya halus
“Ada apa bu?”, tanyaku.
“Ibu agak tidak enak badan nih. Kayaknya masuk angin. Ibu juga agak demam, dik Andi punya obatnya?”
“Aduh tidak ada bu… Atau ibu mau saya kerokin? Biar anginnya keluar. Saya biasa ngerokin ibu saya di rumah kalo ibu sakit.”
“Wah boleh tuh… tidka apa-apa nih ngerepotin dik andi?”, jawabnya.
“Gak pa pa bu… ni juga saya lagi nyante aja.”
Jantungku berdetak sangat keras ketika dia mulai membuka sebagian baju belakangnya.
“Permisi ya bu.”
“Iya dik tidak pa pa.”

Aku semakin membuka baju dan jilbabnya keatas.
Tubuh bu Iwan terlihat sangat putih dan mulus sekali, baru kali ini aku melihat tubuh seindah itu. Aku mulai mengoleskan minyak kayu putih ke punggungnya. Ku oleskan secara pelan-pelan sambil menikmati meraba-raba punggungnya.
“Hmmm…”
Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Kelihatanya bu Iwan juga sangat menikmatinya. Dan tanpa saya sangka-sangka tiba-tiba dia membalikan badannya dan memeluk saya. Dia menangis dan menceritakan bahwa ternyata pak Iwan impotensi dan selama ini dia tidak mendapatkan kepuasan batin dari suaminya.
“Dik Andi, gendong saya ke kamar dik.”, pintanya.
Akhirnya saya pun mengendong dirinya kekamarnya. Setelah itupun saya menciumi bibirnya. Hujan grimis yang sedari sore membuat gairah kami berdua semakin memuncak. Diapun semakin ganas menciumi bibir saya. Tanganku pun mulai melapaskan jilbab dan bajunya, dan dia juga membantu saya melepaskan baju dan celana saya.
Seketika kami sudah telanjang bulat dan berpelukan. Gairah kami sudah tidak tertahankan lagi. Bu Iwan pun akhirnya membuka sendiri rok panjangnya dan langsung memegang senjata saya dan mengarahkannya ke memeknya, “Aghh…”, dia mulai menggerang kenikmatan. Ohhh memeknya begitu sempit seperti perawan tidak sesuai dengan umur bu Iwan yang sudah 33 tahun.

Akupun mulai menggenjot tubuh bu Iwan.
“Aghhhh Andi pelan-pelan sayang..”
Akupun tidak peduli terus kupercepat sodokanku.
“Aaahhhh.. Ahhh…”, nafas bu Iwanpun semakin memburu. Diapun mulai menjambaki rambut saya dan mencengkram bahu saya.
“Ahh.. Ahhh…”, Bu Iwan mulai mendesah panjang, “Andi.. Ibu mau keluar nih..”
Aku semakin mempercepat goyanganku.. Bu Iwan juga terlihat mengimbangi goyanganku.
Dan tak lama terasa banyak cairan hangat di senjataku. Akup merasa mau ada yang keluar dari penisku… sehingga langsung saja kucabut dari memeknya dan langsung mengarahkannya ke mulut Bu Iwan dan akhirnya peniskupun memuntahkan isinya ke mulut Bu Iwan.
“Agghhh…”, akupun mendesah panjang.. Bu Iwan tampak kewalahan menelan pejuku yang memuncrat banyak sekali, setelah itu nafas kamipun berpelukan meskipun nafas kami masih tersengal sengal.
“Kamu hebat Andi…”, kata bu Iwan sambil mencium keningku.
Selanjutnya kamipun sering melakukannya kalo pak Iwan sedang bertugas di luar kota. Walaupun aku harus menggunakan kondom karena khawatir Bu Iwan sampai hamil. Kamipun juga sering mandi bersama bahkan pernah tengah malam bu Iwan datang ke kamarku waktu pak Iwan sedang terlelap tidur di kamarnya dan minta bercinta denganku. Baginya pak Iwan adalah suami pertamanya yang hanya memberinya nafkah lahiriah saja tapi aku adalah suami keduanya yang senantiasa bisa memuaskan akan kebutuhan biologisnya.

[cs] ryani 1

Harga yang sangat mahal.

Ini adalah cerita true story yang menurut Ryani saat ini masih dialaminya. Aku juga bersimpati atas kejadiannya. Semoga Ryani segera menemukan jalan keluar dari masalahnya.

Sore itu itu Dino tengah terpuruk pada layar komputernya, sambil membuka situs favoritnya. Juga sambil OL pada salah satu chatting room. Mencoba dengan iseng say hello pada beberapa nama yang tampil di layar monitornya. Sudah beberapa hari ini pikirannya suntuk dengan berbagai masalah. Masalah sehari-hari sampai masalah klise seperti kebanyakan orang yang tengah mengalaminya saat ini.

Tiba-tiba di layar monitornya muncul sebuah jendela yang meminta nicknya di add sebagai contact.”Ryani”, nick yang muncul di layarnya lengkap dengan picnya. Dino harus mengakui bahwa Ryani seorang wanita yang cantik. Cantik dan elegant tepatnya. Segera Dino memberikan persetujuannya. Dan…

nabirong_x: hi
Ryani: asl plz?
nabirong_x: m di Bandung, kamu?
Ryani: F 20 jogja..
nabirong_x: aku Ryan
Ryani: o… nama kita mirip ya?! hehe
nabirong_x: iya.. ehmasih di kantor?
Ryani: aku…di rumah,
nabirong_x: santi ya?
nabirong_x: maksudnya santai ya?
Ryani: yup…
nabirong_x: wek end kemana?
Ryani: ya di rumah aja…
nabirong_x: jalan dong, kan biar refresh..
Ryani: ya males…
Ryani: abis bete banget, m,
nabirong_x: bete kenapa?
nabirong_x: masalah kantor?
Ryani: gak…
nabirong_x: keluarga?
Ryani: yup..
nabirong_x: mo sharing ke aku?
Ryani: tidak tau, ah…
Ryani: males,
nabirong_x: biar agak plong gtu..
Ryani: tadi aku liat2, situs…
nabirong_x: terus…
Ryani: ya, biar tidak bete,
nabirong_x: gimana udah ga bete skrg?
Ryani: masih..
nabirong_x: td liat situs2 yang seru2 ya…
Ryani: dikit…
nabirong_x: hehehe…
Ryani: oya, bole minta referensi situs apa aja yang bagus?
nabirong_x: cerita ato apa pic?
Ryani: ya dua2nya,
Ryani: deh, aku bener2 suntuk..
nabirong_x: aku jga sering nulis di situs2..
Ryani: oya,
Ryani: apa aja, bole minta..
nabirong_x: jangan kaget situsnya serem..
Ryani: apa…gpp koq..
nabirong_x: situs “17tahun2″ n cari penulisnya “nabirong_x”
Ryani: o…
Ryani: aku coba liat deh…
Ryani: ada lagi gak..
nabirong_x: aku cm msuk di situs itu, yang penulisnya nabirong_x itu aku.
Ryani: o..jadi mas, bisa nulis ya?
nabirong_x: masih coba2..
Ryani: o… ya, aku baru aja liat..
Ryani: nabirong x ya..
nabirong_x: yup, yang judulnya business…, bukan karyaku yang lainnya asli karyaku.
Ryani: maksudnya?
nabirong_x: ada beberapa judul tulisan dr aku, yang judulnya business… Bkn karyaku, tapi judul lain dg penulis nabirong_x asli karyaku.
Ryani: o bangat, oya, apa itu asli pernah mas alami…koq bisa nulis ya? bagus…koq..
nabirong_x: coba tebak..
Ryani: ya…biasanya, bisa cerita jika ada pengalaman ya?
nabirong_x: maybe..
nabirong_x: udah liat yang judulnya apa?
Ryani: koq maybe?sih…
Ryani: brarti aku bisa nulis juga ya?
nabirong_x: ya harus bisa dong, km udah masuk situs itu kan berarti udah register kan?
Ryani: baru mau…
Ryani: tapi, malu ah nanti di ktawain orang aku tidak bisa nulis..
Ryani:…
nabirong_x: ga usah malu ko, yang penting berani dulu, kan ga ada yang tahu ini, kecuali pakai nama asli..sama saja bunuh diri.
Ryani: gitu ya,
Ryani: ah malu…
nabirong_x: tapi pengen nulis kan?
Ryani: ya, tapi aku orangnya tidak sabaran…
nabirong_x: sagitarius?
Ryani: gak…cancer,
nabirong_x: ow, tukang jepit…
Ryani: gak..
nabirong_x: klo ga apa dong?
Ryani: oya, kalo…mas bikin cerita itu berdasar pengalaman ya?
nabirong_x: lebih baik begitu, bisa dapat feelnya..
Ryani: o…
Ryani: tapi aku harus mulai dari mana ya?…bisa bantu aku…mas?
nabirong_x: boleh..
Ryani: tapi dari mana ya mulainya..
nabirong_x: tulis aja semua yang pengen km ceritakan, terus emailkan ke aku bisa?
Ryani: contohnya,
nabirong_x: setelah itu aku edit dan tambahkan,Nti sebelum ku posting aku emailkan kembali kpd mu, klo dah ok aku posting.
Ryani: ya, ntar aku, bikin dulu tapi jgn di ketawain ya, jika kata2nya tidak beraturan,
Ryani: emailkan ke mana?
nabirong_x: ya kesana, kan di tulisan di forum itu ada email aku.
Ryani: Ryani_cantiq@yahoo.com?
nabirong_x: yup.
Ryani: ya, apa harus skrg?
Ryani: besok aja gmn?
nabirong_x: gimana klo..
nabirong_x: tahun depan, hehehe…
Ryani: apa?
Ryani: yea, he, ntar keburu, lupa deh..
nabirong_x: pengalaman pribadi.?
Ryani: ya…
Ryani: amat mengganggu aku…
Ryani: rasanya, gimana gitu…
nabirong_x: rasanya gimana? ya aku ga tau…
Ryani: ya…sih.,.
nabirong_x: belom ada yang tahu cerita ini, walaupun orang terdekat?
Ryani: ya hanya aku n dia aja..
nabirong_x: ga ada masalah kan? seleai klo dia sudah tau.
Ryani: ya,
nabirong_x: ga pernah di permasalahkan kan?
Ryani: ya, itu yang bikin aku merasa tidak enak n bersalah…
nabirong_x: yang penting itu masa depan bukan masa lalu..
Ryani: ya abis, aku melakukannya bukan dgn orang yang aku cintai..
Ryani: ini masalahnya..
Ryani: terpaksa,
nabirong_x: di perkosa maksudnya?
Ryani: terpaksa di tapi…karena ditekan…secara mental…
nabirong_x: oooo, menyerah pada keadaan judulnya..
Ryani: ya abis mo bilang apa…
Ryani: semua udah terjadi..
nabirong_x: aku ngerti…, asal km jgn smp trauma aja sm laki2
Ryani: ya, buktinya aku masih jalan pacaran..
nabirong_x: klo itu terjadi km harus ke psikolog.
nabirong_x: yup bagus lah masih ge abnormal..
nabirong_x: ga abnormal maksudnya.
Ryani: ya.. Ini malah…bikin…masalah…bisa dicuriagai pacarku..
nabirong_x: katanya udah tau?
Ryani: ya melakukan yang tau..pacarku tidak tahu sama sekali..
nabirong_x: udah jalan brp lama pacarannya?
Ryani: aku udah…2 tahun,.,
nabirong_x: oke berarti bisa di katakan dialah yang bakal suamimu betul?
Ryani: ya,
nabirong_x: menurut aku sebaiknya km harus cerita drpd dia taunya nanti setelah menikah,
Ryani: ya, aku masih nunggu,
Ryani: kejadiannya, saat dia masih melakukan pendekatan…padaku..
nabirong_x: ko bisa,? km tebar pesona pd orang lain juga ya?
Ryani: gak..saat itu aku kan lagi ngambil…kuliah…program profesi…
Ryani: kan sayang aku hanya tamat s1 aja…jadi aku ingin jadi psikolog…
nabirong_x: hmm, jadi yang melakukan dosenmu?
nabirong_x: ya kan?
Ryani: bukan.. Aku kan mengambil sampel penelitian prilaku…seorang narapidana, yang sedang berasimilasi dengan dunia luar..
nabirong_x: hah..! dia yng jdi subyek kamu?
nabirong_x: yang melakukannya?
Ryani: ya, kan prilakunya dengan masyarakat umum…
Ryani: lagian kan yang jadi sampelnya, orang yang udah mau keluar..
nabirong_x: km terlalu ambil resiko dg sampel penelitian jenis itu, apa ga ada penelitian jenis lain.., ya sudahlah semuanya tlh terjd ga bisa di putar balik..
Ryani: ya…itulah, keteledoranku..
nabirong_x: aku ngerti, km menyukai tantangan.., tp krng memikirkan resikonya.
Ryani: ya…
Ryani: aku kira, orangnya udah berubah selama di penjara,
Ryani: awalnya dia baik…
Ryani: n..penurut,
nabirong_x: Berubah mungkin saja, cm klo mengahadapi wanita secantik kamu lelaki siapa saja akan ngiler, waktu itu saat pertama kalinya bagimu?
Ryani: ya, sich…
Ryani: tapi nanti naamaku di samarkan aja ya?
nabirong_x: ya pasti dong, ga sebanding penelitian dg harga yang harus km bayar..
Ryani: ya,
nabirong_x: kecuali klo km tipe orang yang ambisius..
Ryani: tapi aku skrg takut…kalau2 dia…mengancam keluargaku…
Ryani: soalnya dia terus…mengancamku…,
nabirong_x: gimana bilangnya?
Ryani: ya…keselamatan aku dan keluarga. .. ada di tangannya jika aku macam2 n buka mulut…
Ryani: baginya penjara, adalah rumah keduanya…katanya,
nabirong_x: rumit n serba salah ya..
nabirong_x: tp km bisa bilang sm pasngan km pelan2 biar dia bisa mengerti n ga emosian.
Ryani: ya. .. aku…kuatir…lama dua pacatku…tau sebab, dia kadang minta…duit, juga terkadang minta di temani…
Ryani: aku takut keselamatn pacarku..
Ryani: jika aku buka mulut…
nabirong_x: pindah kota sdh dicoba?
nabirong_x: ternyata psikolog punya masalah psikologis juga ya…
Ryani: belum…
Ryani: ya,
nabirong_x: coba bicara dg cwo km n pikirkan untuk pindah kota, menghilangkan diri..
Ryani: kayanya butuh waktu lama soalnya pacarku kerja di pemda…
nabirong_x: tp yang penting itu km nya harus menghilang, cwo km kan laki, dia bukan makhluk lemah ko.
Ryani: ya…saat ini aku masih merasa buntu mau kemana…
nabirong_x: ambil sekolah lgi bisa kan,? lebih baik ambil program beasiswa di LN
Ryani: sedang aku pikirkan…
Ryani: soalnya. .. ia tahu banyak ttg aku..
nabirong_x: tapi kalau km menghilang ga bakal deh.., soalnya km skrg ini dlm pengawasannya setiap saat.
nabirong_x: diam2 aja, menghilang deh.
nabirong_x: ok?
Ryani: lagi aku cari caranya, gmn cara terbaik..
nabirong_x: ok deh, semoga berhasil, kabari aku klo ada perkembangan bagus..
nabirong_x: aku mo nanya?
nabirong_x: boleh?
Ryani: apa…
nabirong_x: sampai saat ini si napi itu masih maksa minta di layani?
Ryani: ya…
nabirong_x: selalu km beri?
Ryani: abis. .. aku tidak bisa nolak, jika nolak ia ngancam akan bongkar rahasiaku pada pacar dan keluargaku..juga tempat kerjaku..
nabirong_x: udah berapa kali sejak saat pertama terjadinya hingga saat ini?
Ryani: aku tidak itung…
nabirong_x: lebih dr jumlah jari di tanganmu?
Ryani: aku tidak itung…mas…
Ryani: oya mas aku kirim garis besarnya aja ya…
Ryani: bisa koq sekarang…
nabirong_x: boleh nanya lagi?
Ryani: apa?
nabirong_x: kamu menikmatinya?
Ryani: aku tidak tau, mas…soalnya… Yg aku tau, itu terjadi begitu saja…
nabirong_x: ya oke, sorry ya klo anya begini jangan bete ya..
nabirong_x: pernah ga kmu merasa kangen thd dia?
Ryani: ya. .. oya…bentar lagi aku kirim ya mas..
Ryani: sama sapa..
nabirong_x: sang napi itu, soalnya km yang tahu perasaan dan reaksi tubuhmu..
Ryani: tidak tau…la mas. .. aku hanya…diam saja..jika semua itu terjadi..
nabirong_x: ga bereaksi ato merasakan hal tersebut sbg sesuatu yang menyenangkan?
Ryani: aku sudah kirimkan…maaf, jika acak2an, soalnya aku tidak bisa menulis dengan baik..
Ryani: tidak tau…mas..
nabirong_x: oke deh aku mengerti..
Ryani: udah sampai mas..
nabirong_x: udah lg ku buka..
Ryani: maaf ya mas, acak2an..
nabirong_x: ga pa2, nah sekarang bagian yang lebih ditekannkan bagian hubungan intimnya ato kesediahnnya?
Ryani: ya…terserah mas aja lah…
nabirong_x: aku perlu nanya begini soalnya biar aku punya bayangan..mo nambahin jd bgmana..
nabirong_x: waktu melakukannya dia selalu kasar ato lembut?
Ryani: awalnya agak kasar,
nabirong_x: trus..
Ryani: ya…biasa aja..
nabirong_x: agak jelas sedikit maksudnya biasa saja itu bgmana?
nabirong_x: lembut hingga km larut dan menyerah?
Ryani: ya, tidak di kasari…lagi dia melakukannya…dengan lembut..
Ryani: ya..
nabirong_x: berarti km juga terlena akan kebisaannya?
Ryani: ya… Aku tidak bisa apa apa…lagi…kan aku baru pertama kali…di gituin..
nabirong_x: betul pd saat pertama kalinya, tapi setelah itu kan berulang kembali.?
nabirong_x: hingga beberapa kali.
Ryani: ya, itupun karena terpaksa…mas..
nabirong_x: ya oke, km ga menikmati kejdian setelah beberapa kali?
Ryani: ya… Akhirnya mau tidak mau… Ya ada rasa, kenikmatan juga, tapi aku tidak mencintainya, apalagi dia seusia ayahku…
nabirong_x: maksudnya gini, kalo memeng kasar aku akan explor kekasarnnya, tapi klo km menikmatinya aku akan explor begitu juga..sbgmana pengakuan km..
Ryani: ya…dua2nya…biar, lemgkap..
Ryani: oya mas aku bye dulu ya. dah ngantuk.
nabirong_x: hahaha ga pa2 kan nanti klo aku tulis km menikmatinya dan bereaksi panas’ atas pekerjaan marto.
Ryani: aku bye dulu ya mas…
nabirong_x: oke deh, nti aku coba kembangkan, nti ku kirimkan skrip nya.
nabirong_x: klo udah oke email balik ya..
Ryani: ya, aku tunggu ya…mas…
nabirong_x: oke deh selamat tidur…
nabirong_x: bye.
Ryani: yup…bye..

[cs] ryani 2

Lama Dino tercenung, merasa bersimpati atas kejadian yang dialami oleh Ryani. Dan dengan berdasarkan skrip yang diemailkan oleh Ryani dicobanya mengembangkan cerita agar lebih layak untuk di nikmati pembaca (DS). Silakan menikmati…
Ryani adalah seorang mahasiswi program profesi pada sebuah fakultas psikologi di sebuah universitas di Solo. Saat itu berumur 25 tahun, kulit putih, sopan. Sosoknya amat cantik dan menarik hati pria yang memandang dan tidak heran bila ia telah di pertunangkan dengan seorang pria yang berprofesi sebagai pegawai pemda setempat.

Kejadiannya bermula saat untuk menyelesaikan tugas akhir dari kampus, dan yang menjadi objek penelitiannya adalah tentang perilaku narapidana selama proses asimilasi. Untuk itu Ryani sering mondar mandir masuk kedalam LP dikota itu untuk melakukan penelitian. Iapun mengambil sebuah contoh kasus dari seorang napi yang bernama Marto. Marto adalah napi yang terhukum selama sembilan tahun dalam kasus pembunuhan. Ia telah menjalani masa tahanan selama tujuh tahun dan karena berkelakuan baik maka ia sering mendapat remisi. Umurnya empat puluh sembilan tahun, sosoknya pendek, hitam, perut buncit.

Untuk keperluan penelitiannya Ryani pun sering berada bersama Marto, kadang-kadang karena ada kelonggaran dari LP maka Marto boleh keluar tahanan siang hari dan malamnya kembali masuk untuk asimilasi dengan dunia luar. Ryanipun sering memanfaatkan waktu Pak Marto saat keluar itu untuk kepentingan penelitiannya. Karena sering bersama dan selalu berdua dengan, Martopun akhirnya merasa jatuh hati pada Ryani, Marto hanya memendamnya dalam hati dan…

Suatu hari, untuk mendapatkan bahan bagi penelitiannya, Ryani menyetujui untuk brengkat bersama Marto mengunjungi orangtuanya di desa. Mereka berangkat pagi –pagi sekali menggunakan bis. Bis yang mereka tumpangi melaju dalam kecepatan normal. Membelah pagi hari dengan deru knalpotnya. Bersisian mereka duduk. Tak terpikirkan sedikitpun di benak Ryani kemungkinan-kemungkinan terburuk dari perjalanannya ini. Tekadnya hanya satu, mendapatkan data seakurat mungkin untuk kepentingan penulisan tugas kampusnya.

Mengenakan kaos berbalut jaket tak mengurangi kecantikannya. Rambut berkucirnya tak dapat menyembunyikan kemulusan kulit tengkuknya yang berbulu halus. Juga balutan jeans pada kakinya semakin menunjukkan bentuk tubuhnya yang indah. Menjelang sore sampailah mereka di terminal dan dengan menggunakan angkutan setempat melaju menuju rumah tinggak orangtuanya Marto. Selang 30 menit kemudian merka turun di halaman sebuah rumah dengan halaman yang luas. Rumah kayu yang cukup asri. Marto melangkah masuk diikuti oleh Ryani. Dan seperti biasanya rumah di desa, rumah itupun tak di kunci.

Pandangan Ryani jatuh berkeliling pada ruangan tamu yang di penuhi jendela pada sisi–sisinya. Memandang melalui jendela ke seberang, menikamati suasana yang tenang dengan kehijauan tanaman di kejauhan. Menyaksikan betapa rumah-rumah disini terletak berjauhan dengan halaman yang rata rata luas.

“Uh… panasnya”, batin Ryani seraya melepaskan jaketnya dan menyampirkannya di punggung kursi panjang yang ada di ruangan tersebut. Dengan bertelekan pada kusen jendela sambil memejamkan mata memajukan wajahnya ayunya untuk di tiup angin semilir… damai rasanya.

“Ini mba’…silakan minum hanya air putih…”, Ucapan Marto menyadarkannya dari kedamaian perasaanya.
“Ga usah repot-rept pak Marto…”sahut Ryani. Melangkah menyisiri jendela dan duduk di kursi kayu jati yang terletak di sampingnya.
“Segar sekali…”, ucap Ryani. Menikmati aliran air putih tersebut mengalir membasahi kerongkongannya yang cukup lengket karena sedari tadi belum di aliri air setitikpun.
“Gimana ya mba.?”
“Ada apa… pa?”, tanya Ryani memandang raut wajah bingung lelaki yang masih gagah itu.
“Ngg… Ng, ini kedua orang tuaku lagi ga disini, mereka sedang berkunjung ke rumah paklik ku di desa sebelah.” Ujarnya terbata-bata.
“Tadi aku ketemu sama pak Warjo itu tetangga di sebelah, beliau yang bilang…”, sambungnya lagi.
“Ya sudah ngga pa pa…”, sahut Ryani.
“Kita tunggu saja mereka, tanggung sudah sampai sini”, sambung Ryani lagi.

Waktu pun berlalu dengan cepat. Malampun datang dengan kegelapannya. Syukurlah didesa ini listrik telah masuk, sehingga kegelapan tidaklah merajalela di desa ini. Begitu juga dengan rumah orangtuanya Marto. Beberapa lampu listrik telah dinyalakan biarpun dengan cahaya alakadarnya sehingga tidaklah membuat Ryani berada di wilayah yang asaing baginya.

Tadi sore Marto dengan keramahan ala desa telah mempersilakan Ryani untuk mendiami kamar paling depan. Cukup bersih karena jarang sekali di pergunakan. Dengan mengenakan sehelai kain panjang yang melilit pinggangnya Ryani tengah duduk di ruang tengah, mempelajari dan menelaah kembali data – data yang telah di kumpulkannya selama bersama Marto. Marto dengan sebatang rokok duduk di kursi lainnya pada meja yang sama. Mengepulkan asap rokoknya dengan nikmat, sembari matanya tak lepas dari bagian dada gadis cantik yang tengah menunduk menghadapi kertas-kertasnya.

“Belum mengantuk mba?”, tanyanya kepada Ryani.
“Hmm..belum pak…”, jawab Ryani tak memalingkan wajahnya. Tetap berkonsentrasi pada kertas–kertas yang ada di hadapannya.
“Kalau Pak Marto udah mengantuk. Duluan saja… saya masih membereskan pekerjaan ini menjelang kantuk saya datang.”, sambung Ryani tak menoleh.
“kalau begitu saya duluan saja ya mba”, ujar Marto sembari beranjak meninggalkan kursinya melangkah ke arah kamar satunya dimana dia biasanya berada apabila berada di rumah ini.
“Kalau perlu sesuatu saya berada di sebelah kamar mba kok”, tambah Marto dari dalam kamar.

Terdengar suara gemerisik kaln bergeser, Ini dikarenakan sebagaimana biasanya rumah di desa tidak mengunakan pintu sebagai pembatas kamar, hanya menggunakan sehelai kain yang di lekatkan pada kusen pintu. Dan kain itulah yang menjadi batas wilayah ruang yang satu dengan ruang lainnya.

Tak terasa waktu berjalan, menimbulkan tanda-tanda pada tubuh agar segera menghentikan aktifitas. Meminta waktu untuk memulihkan pada kondisi idealnya. Menuntut agar beristirahat. Begitu juga pada gadis ayu ini. Beberapa kali ia menguap… Perjalanan dan pekerjaannya malam ini telah menyita energinya. Tubuhnya tak dapat berkompromi dengan kepenatan yang amat sangat. Ryani pun membereskan kertas-kertasnya, beranjak melangkah menuju kamar yang diperuntukkan buatnya. Langsung begitu rebah di pembaringan tak ingat apa-apa lagi… tertidur pulas.

Di tengah kepulasannya Ryani merasakan secercah sentuhan pada betisnya, sangat ringan tetapi sangat nyaman. Ia menggeliat sejenak. Sentuhan tersebut tak berhenti… Makain naik pada lututnya, makin nyaman dan sebersit rasa aneh yang sangat nyaman mulai tumbuh di dasar perasaannya. Sentuhan itu benganti dengan elusan. Kedua lutut gadis itu kini mendapatkannya secara bergantian. Menggelitik sisi keperempuanannya yang masih lugu. Ryani mengeluh.

Tapi alam kesadarannya segera bangkit. Otaknya langsung bekerja. Bukankah saat ini ia sedang tak dirumahnya sendiri? Bukankah tadi pagi ia bepergian bersama Pak Marto? Bukankan saat ini ia tengah berada di rumah Pak Marto? Bukankah saat ini ia tidur di rumah Pak Marto… Lalu apakah atau siapakah yang mengelusi kakinya? Jangan–jangan…

Riyani langsung tersentak bangun dan langsung duduk bersandar pada punggung ranjang. Mata indahnya membelalak. Dengan seruan tertahan hampir keluar dari bibirnya.

“Apa–apaan pak Marto?”, serunya tertahan. Terkejut melihat Marto telah berada di kamarnya. Memandangnya dengan seringai tersungging di bibirnya.
“Saya sudah lama memendam ini mba”, ujarnya ringan.
“Mba juga tahu sudah berapa lama saya di penjara, tak sekalipun saya mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan perempuan. Tapi saat ini saya tak dapat menahan diri lagi”, Tambah Marto.
“Mba sangat cantik”, ujarnya memuji.
“Tapi, tapi kenapa harus saya Pak Marto?”, Ryani melontarkan pertanyaan yang tak harus di jawab.
“Lebih baik mba terima saja, sekali mba berteriak saya tidak segan–segan menghabisi mba… Bagi saya penjara adalah rumah kedua.”, ucap Marto dengan nada tegas memandang tajam.

“Oh Tuhan, kenapa nasib saya begini…’, keluh Ryani dalam hati.
“Apa salah saya sehingga harus menghadapi kenyataan seperti ini?”

Marto bergerak naik ke atas pembaringan. Merangkak mendekati gadis ayu yang ketakutan bersedekap memeluk dadanya sendiri. Marto meraih kedua tangan yang tengah bersedekap itu… Melepaskannya hingga turun disisi tubuhnya. Meraih wajah ayu tersebut… Menengadahkannya.

“Tak usah takut mba, Saya takkan menyakiti mba”, ujar Marto.

Perlahan kedua mata Ryani yang terpicing terbuka, memandang dalam sinar takut ke wajah Marto. Perlahan Marto mendekatkan wajahnya… Menjatuhkan kecupan ringan di pelupuk mata Ryani… Di barengi jilatan pada kelopaknya. Kedua tangan Marto melai merengkuh bahu gadis ayu itu. Menariknya mendekat. Tak kuasa menolak Ryani menuruti kehendak Marto.

Marto membaringkan tubuh gadis itu dengan perlahan. Kembali wajahnya mendekat. Kini kecupan dan jilatan lidahnya mampir pada sisi wajah Ryani. Menjilati cupin
<————————————————–>
g telinga yang lancip, menjilati bagian belakangnya dengan lidahnya yang kasap. Turun ke bawah menelusuri urat leher yang tegas menopang kepalanya. Mampir di sepanjang belikatnya. Mata Ryani bekerjap-kerjap. Antara ketakutan dan rasa nikmat yang timbul oleh lidah dan mulutnya Marto. Tak sadar beberapa kali keluhan terbit di bibir mungil gadis ayu tersebut.

Tangan Marto pun tak tinggal diam… Kini telah berada di permukaan daster yang dikenakan Ryani menangkupi bukit padat di dadanya… Ahhh… Ryani mendesah merasakan betapa permukaan telapak tangan itu bergerak di sepanjang bulatan dada kirinya.
Rasa itu langsung menyentuh kulit di bawah dasternya yang tak mengenakan bra. Kini jemari Marto bergerak menyelusuri lereng bukit membusung tersebut menuju puncaknya… Menemukan puncaknya dengan stupa mungil yang mencuat… Memijit-mijitnya dengan perlahan… Lalu memilin-milinya…

Tubuh Ryani menggeliat kegelian. Tak merasa cukup, dengan menggunakan tangannya Marto melucuti kancing daster gadis ayu tersebut. Menyibakkannya ke samping, menampilkan kulit putih mulus. Sangat indah di terangi oleh lampu yang temaram.

“Ahhh…”, keluh Ryani pendek.
Bibir Marto kini telah mencucupi puncak dadanya yang sebelah kiri… Menjilatinya mengelilingi puncaknya… Mengulum dan melingkari puncaknya dengan lidah kasapnya… Bergantian yang kanan dan kiri tak ada yang terlewatkan. Terus turun ke bawah… Menyelusuri cekungan garis perut yang bergerak-gerak gelisah, menemukan cekungan di bawahnya, mencucupi dengan lincah.

Ryani yang belum pernah merasakan hal sejauh ini hanya bisa diam dan menggeliat-geliat gelisah. Satu sisi dirinya merasakan hal ini tidaklah benar tapi sisi lainnya tubuhnya tak dapat menolak.

Saat bibir Marto mampir di sepanjang batas karet pakaiannya yang terakhir, gelinjang tubuhnya makin hebat. Gelitikan lidah Marto semakin menggila di sana. Tak berhenti… Lidah dan bibir Marto menemukan sisi dalam batang paha kiri Ryani, kembali menjilati, menyeluri bagian dalam batang paha tersebut ke bawah… hingga lututnya… berpindah ke bagian sebelahnya… Memberikan perlakuan yang sama di sana… Tak memberikan jeda pada Ryani untuk berfikir jernih, berusaha membangkitkan birahinya yang selama ini terpendam.

Gadis ayu itu pun tak tahu kapan pembalut bagian tubuhnya yang sangat pribadi di lucuti. Yang ia rasakan hanyalah serbuan rasa nikmat yang amat sangat menerpa seluruh penjuru tubuhnya… Tak dapat berfikir kenapa tubuhnya begitu peka terhadap sentuhan Marto… Tak dapat lagi berfikir untuk menyudahi selagi belum terlambat… Tak dapat berfikir lagi… Tubuhnya begitu menikmati, begitu bereaksi, begitu terbakar nafsunya sendiri.
Yang dia tahu Marto telah bergerak menindih tubuh telanjangnya.

“ja… Jangan Pak Marto…”, bisik Ryani terbata-bata.
“Mba lebih baik diam… Saya bisa bertindak brutal apabila mba tidak bekerja sama” , ujar Marto. Ucapan yang halus tetapi cukup tegas. Ryani tak bisa apa apa lagi selain menurutinya. Tak dapat dibayangkannya akibat yang timbul oleh penolakannya.

Air mata menggenang di matanya saat Marto duduk di hadapan pinggulnya. Marto menyibakkan kedua batang paha mulus tersebut ke samping tubuhnya. Merapatkan Pinggulnya pada wilayah pribadi Ryani.

“Uhh..”, lenguh Ryani saat ujung bulat kejantanan Marto menggosok lepitan kewanitaannya. Birahinya yang tadi surut kembali mengalir menuju puncaknya.

Marto menggosok-gosokkan ujung kejantannanya pada lepitan yang masih rapat tersebut. Memberikan kembali rasa nikmat yang lebih dibandingkan aksi sebelummnya. Ryani hanya dapat menggeliat-geliat dengan nafas yang tersengal-sengal. Kepalanya berulangkali terbanting kekiri dan kekanan. Jemari lentiknya mencengkeram kedua lutut Marto. Perlahan tapi pasti cairan hangat timbul pada kewanitaan Ryani, membasahi… dan mempersiapkan diri untuk penetrasi.

Peluh telah bercucuran di tubuh tegap Marto. Begitu juga pada Rayni… Peluh telah membuat sekujur tubuhnya mengkilap, sebagian lagi mengalir dipermukaan kulitnya… Menuruni puncak dadanya dengan bulir-bulir berkejaran… Marto bergerak… Mengangkat kedua belah kaki lenjang gadis ayu tersebut mendekati dadanya. Memposisikan dirinya setengah berjongkok. Berkerjab-kerjab mata Ryani menantikan aksi Marto selanjutnya… Marto mulai mendesak… Mendorongkan pinggulnya… Mendesakkan ujung membola kejantanannya pada lepitan kewanitaan Ryani… Mencoba menembus lepitan yang ketat tersebut.

“Uhh”, Keluh Ryani. Membeliakkan mata indahnya saat ujung membola kejantanan Marto mendesak kuat, menyibakkan lepitan kewanitaannya yang basah. Memberikan jalan untuk pertama kalinya bagi sebuah benda asing. Sedikit perih terbit di sana. Ryani hanya bisa menggigit bibir bawahnya agar jeritan tak keluar dari mulutnya. Hanya kuku jemari lentiknya makin mencengkeram pada kedua lutut Marto.

Marto kembali mendesak… Menuntaskan segala hasratnya, mendorong pinggulnya. Terasakan oleh Marto betapa liang kewanitaan tersebut begitu ketat mencengkeram. Bahkan terasakan berapa deretan cincin-cincin melingkar di sepanjang liang tersebut berderik-derik membuka diri bagi batang hangat tersebut. Perlahan tapi pasti batang pejal tersebut terus maju mili demi mili hingga… Seolah-olah terhambat suatu halangan..

“Inilah saatnya”, batin Marto.

Kembali menghela napas dan mengumpulkan tenaga pada pinggulnya, mendorong kembali dengan tenaga penuh. Terasa sesuatu berdetus, putus. Dalam liang tersebut dan di barengi dengan meluncurnya batang pejal kejantanannya hingga amblas terbenam seutuhnya… Terlihat Ryani tersengal-sengal dengan mata berair… Habislah harapannya untuk mempersembahkan miliknya pada suaminya kelak.
Marto pun diam. Waktu seolah–olah berhenti.

Marto kembali bergerak. Perlahan-lahan menggerakkan pinggulnya memacu birahinya. Sebagai seorang lelaki ia menyadari bahwa dengan kelembutanlah persetubuhan ini akan menjadi sempurna. Tubuh tegapnya bergerak perlahan mencoba menghapuskan rasa perih gadis ayu tersebut dan menggaqntikannya dengan rasa nikmat. Batang pejalnya perlahan tapi pasti bergerak bolak-balik disepanjang liang kewanitaan Ryani. Terkadang diam dan mengedut.

Ryani mendelik merasakan kedutan tersebut memijit setiap tombol birahinya.. Menyirami api nafsunya dengan bahan bakar yang di butuhkannya. Mengelorakan setiap ombak nikmat di sekujur tubuhnya. Rayni merintih, mengelinjang. Marto kembali bergerak, menghujamkan batangnya. Makin lama makin cepat, merebahkan tubuhnya menelungkupi tubuh indah tersebut. Ryani tak sadar merengkuh tubuh tegap tersebut.

Marto mulai bergerak mundur batangnya. Perlahan-lahan. Ryani semakin menggeliat. Marto mendorong maju lagi… Mundur… Maju… Semuanya dengan perlahan-lahan. Kedua tangan Ryani kini tak tinggal diam, ia juga menginginkan rasa ini dapat dinikmati dengan sempurna.
Bibirnya menganga dan sesaat kemudian telah berubah menjadi desah dan rintihan. Tubuhnya menggelinjang-hebat, mengangkang lebih lebar.
Marto mencoba agak mempercepat gerak naik turunnya. Pinggul Ryani mulai bergerak gelisah mengimbangi. Marto mempercepat gerakan lalu mempercepat lagi hingga batas yang memungkinkan. Dia mempertahankan kecepatan itu tanpa mengurangi atau melebihinya. Dia merasakan liang kenikmatan Ryani semakin membasah dan licin, mulutnya tak henti-hentinya mendesah, merintih, mengerang…
Marto mengerahkan seluruh tenaga untuk memompakan terus kenikmatan demi kenikmatan kepadanya. Ryani semakin larut dalam deru birahi. Pinggulnya naik bergerak ke atas menyambut setiap gerak turun tubuh Marto, seolah ingin membantu menghujamkan batang pejal Marto lebih dalam lagi ke dasar liang kewanitaannya.

Keringat telah mengucur di seluruh tubuh Marto jatuh dan bercampur dengan keringat tubuh Ryani. Kedua tubuh mereka bagaikan di hempas gelombang badai. Terbanting-banting diatas ranjang. Wajah Ryani kian memerah. Kedua alisnya semakin mengernyit. Marto merasakan dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin lama semakin menghimpit. Otot-otot didalamnya semakin terasa meremas-remas.
Marto melihat kedua matanya sudah setengah terpejam. Mulutnya setengah terbuka dengan lidah mengambang di tengah-tengahnya. Dan Ryani rupanya sudah berada di ambang puncak klimaksnya.

Tak lama kemudian ia mencengkeram sprei sejadi-jadinya. Marto membenamkan batangnya sedalam-dalamnya hingga menyentuh dasa dan membiarkan terdiam menekannya. Dia menanti saat-saat yang paling mengesankan itu… Dan tak lama kemudian dinding-dinding liang kenikmatan Ryani mulai berkontraksi. Semakin lama semakin keras. Dan semakin keras… berkontraksi dengan hebat.
Ryani memekik lirih. Marto menggerakkan pinggul maju mundur perlahan-lahan. Sambil menekan dengan bertenaga Marto mendekap dengan erat bongkahan pantatnya. Kontraksi itu semakin berkelanjutan, seiring dengan gerakan pinggul Marto. Dibarengi oleh pekikan-pekikan lirih Ryani seluruh tubuhnya bergetar hebat.
Entah sudah berapa kali ia memekik. Hingga ia tak sanggup lagi meneriakkan pekik nikmatnya itu. Agaknya kenikmatan itu terlalu memuncak baginya. Tubuhnya terkulai… Lemas!

Marto kembali bergerak, memacu nafsunya yang hampir menjelang. Bergerak maju mundur. Batang pejalnya terus menhujam tak kenal lelah. Menggosok seluruh permukaan dinding liang kewanitaan Ryani dengan tergesa-gesa. Terus bergerak.

Puncak telah semakin dekat. Dengan satu hujaman, mendesakkan batang pejalnya hingga ke dasar liang tersebut dan menggeram. Lecutan-lecutan mengalir di sepanjang tulang belakang tubuhnya, menjalar menuju pinggangnya. Terus mengumpul pada pangkal kejantannnannya, berkejaran di sepanjang pembuluh batang kejantantannya. Memancur keluar dengan kuat, berkali-kali, membasahi seluruh bagian dalam liang kewanitaan Ryani, terkulai dan menggelosoh di samping tubuh indah berkeringat tersebut. Mereka terdiam beberapa detik lamanya…

“Maafkan aku mba…”, ujar Marto beringsut mengambil kembali pakaiannya. Ryani memalingkan wajahnya, terisak-isak. Tak menjawab. Selangkangannya sedikit merasa terganjal. Tubuhnya terasa lengket. Badannya capai dengan pinggang serasa remuk. Ada juga sebersit rasa yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata timbul dalam dirinya, tak dapat ia pungkiri kejadian barusan sangat melenakannya.

Semenjak kejadian itu Ryani selalu menjadi sarana pelampiasan nafsu Marto. Ia pun tak dapat menolak, mungkin dikarenakan iapun menikmatinya. Dan Ryani di paksa Marto untuk memutuskan hubungannya dengan pacar. Sampai saat ini ia belum menemukan jalan keluar dari masalahnya ini.

[cs] sepupuku

Cerita ini terjadi pada tahun 1997. Ini merupakan ceritaku nyata. Pada saat aku masih kuliah di semester 2, ibuku sakit dan dirawat di kota S. Oh, iya aku tinggal di kota L. Cukup jauh sih dari kota S. Karena ibuku sakit, sehingga tidak ada yang masak dan menunggu dagangan. Soalnya adik-adikku semua masih sekolah. Akhirnya aku usul kepada ibuku kalau sepupuku yang ada di kota lain menginap di sini (di rumahku). Dan ide itu pun disetujui. Maka datanglah sepupuku tadi.

Sepupuku (selanjutnya aku panggil Anita) orangnya sih tidak terlalu cantik, tingginya sekitar 160 cm, dadanya masih kecil (tidak nampak montok seperti sekarang). Tetapi dia itu akrab sekali dengan aku. Aku dianggapnya seperti kakak sendiri.

Nah kejadiannya itu waktu aku lagi liburan semester. Waktu liburan itu aku banyak menghabiskan waktu untuk menunggu dagangan ibuku. Otomatis dong aku banyak menghabiskan waktu dengan Anita. Mula-mulanya sih biasa-biasa saja, layaknya hubungan kami sebagai sepupu. Suatu malam, kami (aku, Anita, dan adik-adikku) sudah ingin tidur. Adikku masing-masing tidur di kamarnya masing-masing. Sedang aku yang suka menonton TV, memilih tidur di depan TV. Nah, ketika sedang menonton TV, datang Anita dan nonton bersamaku, rupanya Anita belum tidur juga.

Sambil nonton, kami berdua bercerita mengenai segala hal yang bisa kami ceritakan, tentang diri kami masing-masing dan teman-teman kami. Nah, ketika kami sedang nonton TV, dimana film di TV ada adegan ciuman antara laki-laki dan perempuan (sorry udah lupa tuh judul filmnya).
Eh, Anita itu merespon dan bicara padaku, “Wah temenku sih biasa begituan (ciuman).”
Terus aku jawab, “Eh.. Kok tau..?”
Rupanya teman Anita yang pacaran itu suka cerita ke Anita kalau dia waktu pacaran pernah ciuman bahkan sampai ‘anu’ teman Anita itu sering dimasuki jari pacarnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai dua jarinya masuk.

Setelah kukomentari lebih lanjut, aku menebak bahwa Anita nih ingin juga kali. Terus aku bertanya padanya, “Eh, kamu mau juga nggak..?”
Tanpa kuduga, ternyata dia mau. Wah kebetulan nih.
Dia bahkan bertanya, “Sakit nggak sih..?”
Ya kujawab saja, “Ya nggak tahu lah, wong belum pernah… Gimana.., mau nggak..?”
Anita berkata, “Iya deh, tapi pelan-pelan ya..? Kata temenku kalo jarinya masuk dengan kasar, ‘anunya’ jadi sakit.”
“Iya deh..!”, jawabku.

Kami berdua masih terus menonton film di TV. Waktu itu kami tiduran di lantai. Kudekati dia dan langsung tanganku menuju selangkangannya (to the point bok..!). Kuselusupkan tangan kananku ke dalam CD-nya dan kuelus-elus dengan lembutnya. Anita tidak menolak, bahkan dengan sengaja merebahkan tubuhnya, dan kakinya agak diselonjorkan. Saat merabanya, aku seperti memegang pembalut, dan setelah kutanyakan ternyata memang sejak lima hari lalu dia sedang menstruasi.

Aku tidak mencoba membuka pakaian maupun CD-nya, maklumlah takut kalau ketahuan sama adik-adikku. Dengan CD masih melekat di tubuhnya, kuraba daerah di atas kemaluannya. Kurasakan bulu kemaluannya masih lembut, tapi sudah agak banyak seperti bulu-bulu yang ada di tanganku. Kuraba terus dengan lembut, tapi belum sampai menyentuh ‘anunya’, dan terdengar suara desisan walau tidak keras. Kemudian kurasakan sekarang dia berusaha mengangkat pantatnya agar jari-jariku segera menyentuh kemaluannya. Segera kupenuhi keinginannya itu.

Waktu pertama kusentuh kemaluannya, dia terjengat dan mendesis. Kugosok-gosok bibir kewanitaannya sekitar lima menit, dan akhirnya kumasukkan jari tengahku ke liang senggamanya.
“Auw..,” begitu reaksinya setelah jariku masuk setengahnya dan tangannya memegangi tanganku.
Setelah itu dengan pelan kukeluarkan jariku, “Eeessshhh..”, desisnya.
Lalu kutanya, “Gimana..? Sakit..?”
Dia menggeleng dan tanpa kusadari tangannya kini memegang telapak tangan kananku (yang berada di dalam CD-nya), seakan memberi komando kepadaku untuk meneruskan kerjaku.

Sambil terus kukeluar-masukkan jariku, Anita juga tampak meram serta mendesis-desis keenakan. Sementara terasa di dalam CD-ku, batang kemaluanku juga bangun, tapi aku belum berani untuk meminta Anita memegang rudalku (padahal aku sudah ingin sekali). Sekitar 10 menit peristiwa itu terjadi. Kulihat dia tambah keras desisannya dan kedua kakinya dirapatkan ke kaki kiriku. Sepertinya dia telah mengalami klimaks, dan kami akhirnya tidur di kamar masing-masing.

Hari berikutnya, aku dan Anita siap-siap membuka warung, adikku pada berangkat sekolah, sehingga hanya ada aku dan Anita di warung. Hari itu Anita jadi lebih berani padaku. Di dalam warungku sambil duduk dia berani memegang tanganku dan menuntunnya untuk memegang kemaluannya. Waktu itu dia memakai hem dan rok di atas lutut, hingga aku langsung bisa memegang selangkangannya yang terhalang CD dan pembalut. Kaget juga aku, soalnya ini kan lagi ada di warung.
“Nggak pa-pa Mas.., khan lagi sepi”, katanya dengan enteng seakan mengerti yang kupikirkan.
“Lha kalo ada pembeli gimana nanti..?”, tanyaku.
“Ya udahan dulu, baru setelah pembelinya balik, kita lanjutin lagi, ok..?”, jawabnya.

Dengan terpaksa kuraba-raba selangkangannya. Hal tersebut kulakukan sambil mengawasi di luar warung kalau-kalau nanti ada pembeli datang. Sementara aku mengelus selangkangannya, Anita mencengkeram pahaku sambil bibirnya digigit pelan tanda menikmati balaianku. Peristiwa itu kuakui sangat membuatku terangsang sekali, sehingga celana pendekku langsung terlihat menonjol yang bertanda batang kejantananku ingin berontak.

“Lho Mas, anunya Mas kok ngaceng..?”, katanya.
Ternyata dia melihatku, kujawab, “Iya ini sih tandanya aku masih normal…”
Aku terus melanjuntukan pekerjaanku. Tanpa kusadari dia pun mengelus-elus celanaku, tepat di bagian batang kemaluanku. Kadang dia juga menggenggam kemaluanku sehingga aku juga merasa keenakan. Baru mau kumasukkan tanganku ke CD-nya, tiba-tiba aku melihat di kejauhan ada anak yang sepertinya mau membeli sesuatu di warungku.
Kubisiki dia, “Heh ada orang tuh..! Stop dulu ya..?”

Aku menghentikan elusanku, dia berdiri dan berjalan ke depan warung. Benar saja, untung kami segera menghentikan kegiatan kami, kalo tidak, wah bisa berabe nanti. Sehabis melayani anak itu, dia balik lagi duduk di sebelahku dan kami memulai lagi kegiatan kami yang terhenti. Seharian kami melakukannya, tapi aku tidak membuka CD-nya, karena terlalu beresiko. Jadi kami seharian hanya saling mengelus di bagian luar saja.

Malam harinya kami melakukan lagi. Aku sendirian nonton TV, sementara adikku semua sudah tidur. Tiba-tiba dia mendatangiku dan ikut tiduran di lantai, di dekatku sambil nonton TV. Kemudian tiba-tiba dia memegang tanganku dan dituntun ke selangkangannya. Aku yang langsung diperlakukan demikian merasa mengerti dan langsung aku masuk ke dalam CD-nya, dan langsung memasukkan jariku ke kemaluannya. Sedangkan dia juga langsung memegang batang kejantananku.

“Aku copot ya CD kamu, biar lebih enakan”, kataku.
Dia mengangguk dan aku langsung mencopot CD-nya. Saat itu dia memakai rok mininya yang tadi, sehingga dengan mudah aku mencopotnya dan langsung tanganku mengorek-ngorek lembah kewanitaannya dengan jari telunjukku. Aku juga menyuruh mengeluarkan batang kejantananku dari CD-ku, sehingga dia kini bisa melihat rudalku dengan jelas, dan dia kusuruh untuk menggenggamnya. Kukorek-korek kemaluannya, kukeluar-masukkan jariku, tampaknya dia sangat menikmatinya. Kulihat batang kemaluanku hanya digenggamnya saja, maka kusuruh dia untuk mengocoknya pelan-pelan, namun karena dia tidak melumasi dulu batangku, maka kemaluanku jadi agak sakit, tapi enak juga sih.

“Eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Ouw.., eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Eehhhssstt..”
Begitu erangannya saat kukeluar-masukkan jariku.
Kumasukkan jariku lebih dalam lagi ke liang kewanitaannya dan dia mendesis lebih keras, aku suruh dia agar jangan keras-keras, takut nanti adikku terbangun.
“Kocokkannya lebih pelan dong..!”, kataku yang merasa kocokkannya terhenti.
Kupercepat gerakan jariku di dalam liangnya, kurasakan dia mengimbanginya dengan menggerakkan pantatnya ke depan dan ke belakang, seakan dia lagi menggauli jariku.
Dan akhirnya, “Oh.., oohhh.. Oohhh.. Ohhh..” Rupanya dia mencapai klimaksnya yang pertama, sambil kakinya mengapit dengan keras kaki kananku.

Kucabut jariku dari kemaluannya, kulihat masih ada noda merah di jariku. Karena aku belum puas, aku langsung pergi ke kamar mandi dan kutuntun Anita. Di kamar mandi aku minta dia untuk mengocok batang kejantananku dengan tangannya. Dia mau. Aku lepaskan celanaku, setelah itu CD-ku dan batang kejantananku langsung berdiri tegap. Kusuruh dia mengambil sabun dan melumuri tangannya dengan sabun itu, lalu kusuruh untuk segera mengocoknya. Karena belum terbiasa, sering tangannya keluar dari batangku, terus kusuruh agar tangannya waktu mengocok itu jangan sampai lepas dari batangku. Setelah lima menit, akhirnya aku klimaks juga, dan kusuruh menghentikan kocokannya.

Seperti pagi hari sebelumnya, kami mengulangi perbuatan itu lagi. Tidak ada yang dapat kuceritakan kejadian pagi itu karena hampir sama dengan yang terjadi di pagi hari sebelumnya. Tapi pada malam harinya, seperti biasa, aku sendirian nonton TV. Anita datang, sambil tiduran dia nonton TV. Tapi aku yakin tujuannya bukan untuk nonton, dia sepertia ketagihan dengan perlakuanku padanya. Dia langsung menuntun tanganku ke selangkangannya. Aku bisa menyentuh kewanitaannya, tapi ada yang lain. Kini dia tidak memakai pembalut lagi.
“Eh, kamu udah selesai mens-nya..?”, tanyaku.
“Iya, tadi sore khan aku udah kramas, masa nggak tau..?”, katanya.

Aku memang tidak tahu. Karena memang aku kurang peduli dengan hal-hal seperti itu. Aku jadi membayangkan yang jorok, wah batang kejantananku bisa masuk nich. Kuraba-raba CD-nya. Tepat di lubang kemaluannya, aku agak menusukkan jariku, dan dia tampak mendesis perlahan. Tangannya kini sudah membuka restleting celana pendekku, selanjutnya membukanya, dan CD-ku juga dilepaskankan ke bawah sebatas lutut. Digenggamnya batang kejantananku tanpa sungkan lagi (karena sudah sering kali ya..?). Aku juga membuka CD-nya, tapi karena dia masih memakai rok mini lagi, jadi tidak ketahuan kalau dia sekarang bugil di bagian bawahnya. Dia kini dalam keadaan mengangkang dengan kaki agak ditekuk. Kuraba bibir kemaluannya dan dengan agak keras, kumasukkan seluruh jari telunjukku ke lubang senggamanya.

“Uhhh.. Essshhh.. Eessshhh.. Essshhh..”, begitu desisnya waktu kukeluar-masukkan jariku ke lubang senggamanya.
Sementara dia kini juga berusaha mengocok batang keperkasaanku, tapi terasa masih sakit. Kukorek-korek lubang kemaluannya. Lalu timbul keinginanku untuk melihat kemaluannya dari dekat. Maklumlah, aku khan belum melihat langsung bentuk kemaluan wanita dari dekat. Paling-paling dari film xxx yang pernah kutonton. Kuubah posisiku, kakiku kini kuletakkan di samping kepala Anita, sedangkan kepalaku berada di depan kemaluannya, sehingga aku dengan leluasa dapat melihat liang kewanitaannya. Dengan kedua tanganku, aku berusaha membuka bibir kemaluannya.

Tapi, “Auw.. Diapaain Mas..? Eshhh.. Uuhhh.”, desisannya tambah mengeras.
“Sorry.., sakit ya..? Aku mo lihat bentuk anumu nih, wah bagus juga yach..!”, sambil terus kukocokkan jariku.
Kulihat daging di lubangnya itu berwarna merah muda dan terlihat bergerak-gerak.
“Wah, jariku aja susah kalo masuk kesini, apalagi anuku yang kamu genggam itu ya..?”, pancingku.
Dia diam saja tidak merespon, mungkin lagi menikmati kocokan jariku karena kulihat dia memaju-mundurkan pantatnya.
“Eh, sebenarnya yang enak ini mananya sich..?”, tanyaku.
Tangan kirinya menunjuk sepotong daging kecil di atas lubang kemaluannya.

“Ini nich.., kalo Mas kocokkan jarinya pas menyentuh ini rasanya kok gatel-gatel tapi enak gitu.”
“Mana.., mana.., oh ini ya..?”, kugosok daging itu (yang kemudian kuketahui bernama klitoris) dan dia makin kuat menggenggam batang kemaluanku.
“Ahhh. Auu.. Enakkkk Maaasss… Eeehhh… Aaahhh.. Truusss Masss, terusiinn.. Ohhh..!”
Tangannya setengah tenaga ingin menahan tanganku, tapi setengahnya lagi ingin membiarkan aku terus menggosok benda itu.
Dan akhirnya, “Uhh.. Uhhh.. Uuhhh.. Ahhh.. Aahhh.”, dia mencapai klimaks.

Aku terus menggosoknya, dan tubuhnya terus menggelinjang seperti cacing kepanasan.
Lalu kubertanya, “Eh, gimana kalo anuku coba masuk ke sini…? Boleh nggak..? Pasti lebih enakan..!”
Dia hanya mengangguk pelan dan aku segera merubah posisiku menjadi tidur miring sejajar dengan dia. Kugerakkan batang kejantananku menuju ke lubang kemaluannya. Kucoba memasukkan, tapi rasanya tidak bisa masuk. Kurubah posisiku sehingga dia kini berada di bawahku. Kucoba masukkan lagi batangku ke lubangnya. Terasa kepala anuku saja yang masuk, dia sudah mendesis-desis.

Kudorong lebih dalam lagi, tangannya berusaha menghentikan gerakanku dengan memegang batangku. Namun rasanya nafsu lebih mendominasi daripada nalarku, sehingga aku tidak mempedulikan erangannya lagi.
Kutekan lagi dan, “Auuuwww.. Ehhssaaakkkiittt..!”
Aku berhasil memasukkan batang anuku walau tidak seluruhnya. Aku diam sejenak dan bernapas. Terasa anunya memeras batangku dengan keras.
“Gimana, sakit ya.., mo diterusin nggak..?”, tanyaku padanya sambil tanganku memegang pantatnya.
Dia tidak menjawab, hanya terdengar desah nafasnya. Kugerakkan lagi untuk masuk lebih dalam. Mulutnya membuka lebar seperti orang menjerit, tapi tanpa suara.

Karena dia tetap diam, maka kulanjuntukan dengan mengeluarkan batangku. Dan lagi-lagi dia seperti menjerit tapi tanpa suara. Saat kukeluarkan, kulihat ada noda darah di batangku. Aku jadi kaget, “Wah aku memperawaninya nih.”
“Gimana.., sakit nggak.., kalo nggak lanjut ya..?”, tanyaku.
“Uhhh.. Tadi sakiiittt sich… Uhhh. Geeelii.” Begitu katanya waktu anuku kugesek-gesekkan.

Setelah itu kumajukan lagi batang kejantananku, Anita tampak menutup matanya sambil berusaha menikmatinya. Baru kali ini batangku masuk ke liangnya wanita, wah rasanya sungguh nikmat. Aku belum mengerti, kenapa kok di film-film yang kulihat, batang kejantanan si pria begitu mudahnya keluar masuk ke liang senggama wanita, tapi aku disini kok sulit sekali untuk menggerakkan batang kejantananku di liang keperawanannya. Namun setelah beberapa menit hal itu berlangsung, sepertinya anuku sudah lancar keluar masuk di anunya, maka agak kupercepat gerakan maju-mundurku di liangnya. Kurubah posisiku hingga kini dia berada di bawahku. Sambil masih kugerakkan batangku, tanganku berusaha mencapai buah dadanya. Kuremas-remas buah dadanya yang masih kecil itu bergantian, lalu kukecup puting buah dadanya dengan muluntuku.

Dia semakin bergelinjang sambil mendesis agak keras. Akhirnya setelah berjalan kurang lebih 10 menitan, kaki Anita berada di pantatku dan menekan dengan keras pantatku. Kurasa dia sudah orangasme, karena cengkeraman bibir kemaluannya terhadap anuku bertambah kuat juga. Dan karena aku tidak tahan dengan cengkeraman bibir kemaluannya, akhirnya, “Crot.. Crot.. Crot..”, air maniku tumpah di vaginanya. Serasa aku puas dan juga letih. Kami berdua bersimbah keringat. Lalu segera kutuntun dia menuju kamar mandi dan kusuruh dia untuk membersihkan liang kewanitaannya, sedangkan aku mencuci senjataku. Setelah itu kami kembali ke tempat semula.

Kulihat tidak ada noda darah di karpet tempat kami melakukan kejadian itu. Dan untung adik-adikku tidak bangun, sebab menuruntuku desisan dan suara dia agak keras. Lalu kumatikan TV-nya, dan kami berdua tidur di kamar masing-masing.
Sebelum tidur aku sempat berfikir, “Wah, aku telah memperawani sepupuku sendiri nich..!”

Sewaktu aku sudah kuliah lagi (dua hari setelah kejadian itu), dia masih suka menelponku dan bercerita bahwa kejadian malam itu sangat diingatnya dan dia ingin mengulanginya lagi. Aku jadi berpikir, wah gawat kalo gini. Aku jadi ingat bahwa waktu itu aku keluarkan maniku di dalam liang keperawanannya.
“Wah, bisa hamil nich anak..!”, pikirku.
Hari-hariku jadi tidak tenang, karena kalau ketahuan dia hamil dan yang menghamili itu aku, bisa mampus aku. Setelah sebulan lewat, kutelpon dia di rumahnya. Setelah kutanya, ternyata dia dapat mens-nya lagi dua hari yang lalu. Lega aku dan sekarang hari-hariku jadi balik ke semula.

Begitulah ceritaku saat menggauli sepupu sendiri, tapi dasar memang sepupuku yang agak “horny”. Tapi sampai saat ini kami tidak pernah melakukan perbuatan itu lagi.